Sejarah Hotel Sultan Aset Strategis Indonesia Bisa Dikuasai Swasta

Sejarah Hotel Sultan Aset Strategis Indonesia Bisa Dikuasai Swasta

Pemerintah resmi ambil alih pengelolaan Hotel Sultan yang berlokasi di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama pada Maret 2023 lalu. Menurutnya, pengelolaan jatuh ke tangan pemerintah setelah memenangkan sengketa lahan dengan PT Indobuildco.

Satya menjelaskan, bahkan dalam amar putusan PK-1 majelis hakim MA itu, PT Indobuildco dihukum untuk membayar royalti kepada Kemensetneg dalam hal ini kepada PPK GBK.  "Perlu kami sampaikan bahwa semua fakta dan argumen yang disampaikan sudah dipertimbangkan oleh pengadilan dalam putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Peninjauan Kembali (PK-1) tanggal 23 November 2011," jelas Setya, Sabtu (18/3). Dengan putusan ini, maka menandai kepemilikan baru Hotel Sultan adalah pemerintah setelah selama ini dimiliki oleh pihak swasta.

BNI Lelang Tanah Apartemen Fritz dan Venetian di Kingland Avenue Di Serpong
PT Bank Negara Indonesia Tbk atau Bank BNI (BBBI) melelang properti milik perusahaan terafiliasi Grup Alfamart, Apartemen Kingland Avenue.Dalam pengumuman lelang resmi yang dikeluarkan BNI, pihaknya melelang 5 bidang tanah berikut bangunan Apartemen Kingland Avenue dan segala sesuatu yang melekat d…

Hal ini bermula dari tahun 1958 ketika Indonesia ditetapkan sebagai penyelenggara Asian Games yang pelaksanaannya digelar pada 1962. Untuk itu, pemerintah pada masa itu menyiapkan sarana dan prasarana, tak terkecuali membangun Stadion GBK, Istora Senayan, dan lain sebagainya. Penyiapan sarana prasarana Asian Games dimulai dengan pembentukan Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) yang bertugas dalam pembebasan lahan dari tahun 1959 sampai 1962.

Setelah penyelenggaraan Asian Games selesai, pada 1964 KUPAG kemudian menyerahterimakan seluruh tanah, bangunan, dan sarana prasarana eks Asian Games kepada Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno. Chandra menegaskan, pembebasan lahan seluas lebih dari 2,5 juta meter persegi tersebut dilakukan dan dibayarkan oleh KUPAG atau negara. "Setelah dibangun, dibebaskan, diserahkan kepada Yayasan Gelora Bung Karno, itu yang dikelola sampai sekarang. Itu sejarahnya.

Hotel Sultan berdiri itu dibebaskan oleh KUPAG, bukan orang lain," tegas Chandra. Lalu, mengapa muncul HGB nomor 26 dan 27? Chandra bercerita, pada tahun 1971, ada beberapa hotel yang dibangun di Jakarta secara bersamaan. Kemudian, Indobuildco mengajukan permohonan untuk membangun hotel kepada Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin, pada 7 Januari 1971. Ali pun menyetujui permohonan pembangunan hotel tersebut pada 12 Januari 1971.

Namun, dengan syarat kewajiban royalti. "Kalau kita lihat bayar royalti, artinya Indobuildco beli atas tanah? Tidak. Karena, dia bisa bayar royalti," ujarnya. Lalu, 15 April 1971, Indobuilco memohon menggunakan tanah dan bangunan membangun hotel kepada Ali.

Profil Avlin Gozali Pemilik Autograph Tower Gedung Pencakar Langit Tertinggi Di Indonesia
Autograph Tower resmi dinobatkan menjadi gedung pencakar langit tertinggi di Indonesia dengan tinggi mencapai 382,9 meter menyalip Gama Tower yang setinggi 285,5 meter. Autograph Tower berlokasi di Kompleks Thamrin Nine yang berada di Jl. M. H. Thamrin, Jakarta Pusat. Oleh karena itu, gedung ini pun…

Setelahnya, 21 Agustus 1971, Ali pun memberikan izin kepada Indobuildco untuk menggunakan tanah dan membangun hotel. Dua tahun kemudian atau Maret 1973, HGB nomor 26 dan 27 atas Indobuildco pun akhirnya terbit. "HGB Indobuildco terbit di atas tanah yang dibebaskan Pemerintah, bukan dibebaskan oleh Indobuildco," tegas Chandra.

Chandra menuturkan, HGB itu pun berakhir pada 3 Maret 2023 dan 3 April 2023 setelah 50 tahun kemudian di atas tanah yang telah dibebaskan oleh KUPAG. Lantas, bagaimana dengan terbitnya HPL nomor 1/Gelora? Pada 31 Oktober 1970, GBK mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks-Asian Games pada tahun 1962. Tujuh tahun setelahnya atau tepatnya 24 Desember 1977, GBK kembali mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks Asian Games 1962.

"Mungkin banyak kendala yang waktu itu belum selesai, pembayaran, pengeluaran, dan segala macam. Dua kali mengajukan, dan kemudian baru tahun 1989 sertifikat HPL (1/Gelora) terbit," katanya. HPL ini diberikan hanya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Kementerian/Lembaga (K/L) atau institusi negara sebagai perwujudan penguasaan negara terhadap seluruh tanah di Indonesia. Akan tetapi, di atas HPL bisa terbit HGB maupun Hak Pakai (HP) dan lain-lain. Kata Chandra, HPL adalah kewenangan negara berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).

Dalam Diktum Keenam Surat Keputusan (SK) Nomor 169 yang merupakan dasar penerbitan sertifikat HPL 1/Gelora, disebutkan bahwa tanah-tanah HGB dan HP yang haknya belum berakhir sebagaimana diuraikan dalam HPL pada saat berakhirnya HGB dan HP tersebut. "HGB 26/27 berdirinya Hotel Sultan haknya belum berakhir dan kemudian menjadi bagian dari HPL pada saat nanti berkahir. HGB-nya berkahir kapan? April dan Maret tahun 2023, begitu berakhir ini menjadi HPL-nya Kemensetneg cq PPK GBK," Chandra menjabarkan.

Perebutan lahan Hotel Sultan muncul pada tahun 2006 ketika Indobuildco menggugat HPL 1/Gelora atas nama Kemensetneg dalam perkara perdata. Dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung (MK), Indobuildco mengajukan Peninjauan Kembali (PK) hingga empat kali. Lalu, dari PK tersebut kemudian keluar keputusan pada tahun 23 Desember 2011 SK HPL 1/Gelora dinyatakan sah oleh pengadilan dan Indobuildco dihukum untuk membayar royalti. "Orang membayar royalti, berarti bukan pemilik, orang yang menerima royalti dia adalah pemilik. Sama seperti royalti lagu, atau royalti yang lain," ucap Chandra.

Keputusan ini pun telah dieksekusi dan Indobuildco sudah membayar royalti atas putusan tersebut. "Siapa yang tanda tangan berita eksekusi ini? Yang tanda tangan adalah Direktur Utama PPK GBK waktu itu Winarto dan pihak kedua Direktur Utama Indobuildco (Pontjo Sutowo)," lanjutnya. Sehingga, pada 8 Desember 2016, Indobuildco melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela dan mengakui HPL 1/Gelora berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan putusan PK.

Hotel Sultan selama ini dikuasai oleh keluarga Sutowo. Di mana, pembangunannya menggunakan uang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Awal mulanya, Hotel Sultan dibangun dengan tujuan untuk menjamu para tamu konferensi pariwisata se-Asia Pasifik pada 1971 silam yang rencananya dihadiri sekitar 3.000 orang. Saat itu, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah tapi tidak memiliki banyak hotel berskala internasional untuk menampung para tamu.

Karenanya, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang saat itu menjabat mengajukan surat kepada Pertamina untuk membangun hotel untuk menjamu para tamu. Kala itu, Direktur Utama Pertamina dijabat oleh Ibnu Sutowo (1968-1978).

Ali mengajukan pembangunan hotel kepada Pertamina karena perusahaan negara tersebut sedang berada di masa kejayaan dan tengah banyak uang. Apalagi, pihak swasta memang tidak diperbolehkan membangun hotel di lahan milik negara. Permintaan Ali pun disetujui oleh Ibnu dan pada 1973 pembangunan hotel tersebut dimulai di bawah bendera PT Indobuild Co.

Dalam kesaksian Ali Sadikin, berdasarkan arsip, dia awalnya percaya kalau PT Indobuild Co milik Pertamina. Namun, saat hotel tersebut berdiri pada 1976 dia merasa ditipu Sutowo karena ternyata PT Indobuild Co bukan milik BUMN tersebut.

"Saya baru tahu Indobuild Co itu bukan Pertamina. Iya, saya tertipu," kata Ali Sadikin. Berdasarkan buku Kiprah Keluarga Ibnu Sutowo oleh Tempo, hotel itu memiliki 1.104 kamar, sembilan ruang banquet dan satu ballroom, fasilitas olahraga dan rekreasi, serta beragam fasilitas hotel lima lainnya.

Penjualan Apartemen Di Jakarta Menunjukan Trend Positif
Industri properti di tanah air yang mengalami kebangkitan sepanjang 2022 dan terus berlanjut di kuartal I 2023. Pertumbuhan positif industri properti seimbang antara sisi penjual maupun konsumen. Country Manager Marine Novita menjelaskan, data Indonesia Property Market Report Q2 2023 yang baru saja…

Hotel tersebut kemudian bekerja sama dengan jaringan hotel internasional, Hilton Hotels Corporation, yang membuat hotel di Senayan itu awalnya diberi nama Hotel Hilton. Dari sinilah kontroversi hotel yang kini bernama Hotel Sultan itu berawal. Pemerintah memperbolehkan pihak swasta membangun dan mengelola bangunan di lahan negara. Bahkan, PT Indobuild Co diberi HGB selama 30 tahun.

PT Indobuild Co sendiri adalah milik keluarga Ibnu Sutowo, tepatnya dikelola langsung oleh anaknya, Pontjo Sutowo. Dengan kata lain, hotel tersebut bukan menjadi milik negara, tetapi malah dikendalikan keluarga Sutowo. Setelah kontroversi berlangsung puluhan tahun, akhirnya saat ini pemerintah berhasil memenangkan hak kelola Hotel Sultan tersebut.

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) Rakhmadi Afif Kusumo mengungkap rencana yang bakal dilakukan pada Hotel Sultan setelah memenangkan sengketa lahan dengan PT Indobuildco. Direktur Utama PT Indobuildco adalah Pontjo Sutowo. Menurut Rakhmadi, setelah sengketa ini beres PPK GBK bakal merevitalisasi kawasan tersebut.

"Revitalisasi kawasan ini menyangkut dari berbagai event-event besar, dan kita juga rasakan di tahun ini akan ada berbagai kegiatan internasional," ujar Rakhmadi dalam konferensi pers di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta, Kamis (25/5).

Ia mengatakan rencana tersebut masih didiskusikan. PPK GBK menyiapkan beberapa draf awal yang telah disampaikan kepada Kementerian PUPR dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

"Inti atau jiwa dasarnya ialah bagaimana kita bisa memberikan ruang terbuka hijau nantinya ke depan, bisa dinikmati publik lebih luas. Aksesnya juga lebih baik, ada fasilitas pendukung untuk masyarakat yang ada di sana. Kurang lebih seperti itu. Nah, mengenai nanti apakah ada hotel atau segala macam, itu masih dalam pembahasan dengan Kemensetneg," sambung Rakhmadi.

Ia belum dapat berkomentar lebih lanjut mengenai opsi pengelolaan Hotel Sultan apakah akan dikerjasamakan dengan pihak lain. Menurutnya, belum ada putusan mengenai hal itu. Kemensetneg sebelumnya telah menegaskan pengambilalihan Blok 15 kawasan Gelora Bung Karno (GBK) atau Hotel Sultan telah didasari putusan Mahkamah Agung (MA) yang berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

Sekretaris Kemensetneg Setya Utama mengatakan dalam amar putusan PK-1 majelis hakim MA itu, PT Indobuildco dihukum untuk membayar royalti kepada Kemensetneg dalam hal ini kepada PPK GBK.

"Perlu kami sampaikan bahwa semua fakta dan argumen yang disampaikan sudah dipertimbangkan oleh pengadilan dalam putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Peninjauan Kembali (PK-1) tanggal 23 November 2011," jelas Setya, Sabtu (18/3).

Menurut Setya, putusan PK-1 tersebut telah dikuatkan melalui penolakan atas tiga permohonan PK yang diajukan oleh PT Indobuildco yaitu PK-2 tanggal 19 Desember 2014, PK-3 tanggal 4 Desember 2020, dan PK-4 tanggal 21 Juni 2022. Kemensetneg dalam hal ini PPKGBK menurutnya telah menyambut baik konsistensi MA dalam menerbitkan empat Putusan PK yang berdampak pada terselamatkannya aset negara strategis.

Kemudian, Surat Keputusan Kepala BPN No. 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 yang telah dinyatakan sah oleh Majelis PK MA kembali digugat oleh Direktur Utama PT Indobuildco Pontjo Sutowo ke PTUN dengan perkara nomor 71/G/2023/PTUN.JKT. Proses gugatan ini masih berjalan di PTUN hingga saat ini.

Topik Terkait

Real EstateJakartaEkonomi dan Bisnis

Topik Lanjutan