Pasar Jatinegara atau dikenal juga dengan sebutan Pasar Mester merupakan pasar tertua di Jakarta yang masih eksis hingga saat ini. Meski begitu pasar legendaris ini kini sudah sepi pembeli.
Berdasarkan pantauan Acarapi di lokasi pintu masuk utama pasar ini terletak di Jalan Mataram Raya, Jakarta Timur. Tepatnya berada di seberang pasar hewan dan mal Cityplaza Jatinegara.
Saat memasuki jalan menuju pintu masuk utama pasar, terdapat banyak toko milik pribadi hingga pedagang kaki lima di sisi kanan dan kiri jalan. Toko-toko ini menjual berbagai jenis barang mulai dari kebutuhan rumah tangga, perlengkapan bayi, alas kaki, dan masih banyak lagi.
Masuk sedikit lebih dalam, terdapat bangunan utama Pasar Jatinegara yang dikelola oleh PD Pasar Jaya. Bangun pasar berwarna oranye dengan sedikit corak hijau, putih dan biru itu terdiri dari beberapa lantai.
Pada bagian semi basement pasar terdapat los basah yang menjual sayur-mayur dan berbagai bahan kebutuhan pokok lainnya. Di sisi lain lantai ini terdapat toko-toko yang sebagian besar menjual tas dan aksesoris seperti ikat pinggang dan lain sebagainya.
Kemudian pada lantai dasar Pasar Mester Jatinegara ini terdapat toko-toko yang sebagian besar menjual pakaian. Begitu juga dengan lantai satu pasar yang masih didominasi oleh pakaian dan produk tekstil lainnya.
Kemudian pada bagian lantai dua terdapat banyak toko yang menjual sepatu dan alas kaki. Sedangkan pada lantai tiga pasar ini terdapat toko-toko yang menyediakan jasa jahit.
Meski begitu, kawasan pasar ini terlihat cukup sangat sepi. Hingga pukul 10.30 WIB, terlihat hanya ada sejumlah pengunjung yang berkeliling pasar. Selebihnya terlihat banyak pegawai toko dan kuli angkut memenuhi kawasan pusat niaga tersebut.
Kondisi sepi pengunjung ini semakin terasa saat berada di lantai-lantai atas bangunan pasar seperti lantai dua dan tiga. Terutama di lantai paling atas atau lantai tiga karena banyak toko atau kios yang terlihat tutup.
Beruntung Pasar Mester Jatinegara terlihat masih cukup bergairah yang ditandai oleh sedikitnya toko atau kios yang tutup, kecuali di lantai paling atas pasar.
Sebagai informasi, dalam situs resmi Dinas Pariwisata & Kebudayaan Provinsi Jakarta dijelaskan pasar Jatinegara atau ‘Meester Passer’ merupakan pasar tertua di pusat pemerintahan saat ini.
Sejarah Pasar Meester Jatinegara
Sejarah pasar ini bermula saat seorang guru agama Kristen keturunan Portugis bernama Meester Cornelis Senen membeli sebidang tanah di aliran Kali Ciliwung dan mengubah daerah tersebut menjadi kawasan perdagangan Pada 1661 silam.
Seiring waktu berjalan penyebutan nama Meester berubah menjadi Mester karena penyesuaian dengan pelafalan masyarakat sekitar. Sepeninggal Kolonial Belanda nama Mester diganti dengan Jatinegara yang berarti ‘Negara Sejati’.
Pasar Jatinegara atau akrab disebut Pasar Mester makin sepi di tinggal pembeli. Hal ini membuat omzet para pedagang pasar tertua di Jakarta itu kian merosot dari waktu ke waktu.
Salah seorang pedagang sepatu di kawasan Pasar Mester Jatinegara, Tono, mengatakan penurunan jumlah pembeli ini sudah terasa beberapa tahun sebelum pandemi. Namun saat ini penurunan jumlah pembeli belum separah sekarang.
“Kalau penurunan sih sudah ada ya sejak sebelum pandemi. Cuma waktu itu belum parah. Kalau pas pandemi ya memang semua jatuh lah ya,” kata Tono saat ditemui di Pasar Mester Jatinegara.
“Habis pandemi itu agak bagus dikit lah ya, cuma itu juga nggak lama, paling setahun doang. Habis itu dua tahun belakang ini tuh sudah paling parah lah, jadi dari 2023 itu sudah parah banget,” sambungnya.
Bahkan Tono yang hanya berjualan sepatu secara grosir mengatakan penurunan jumlah pembeli ini tidak hanya terjadi di hari-hari bisa saja, namun juga di hari-hari besar seperti sebelum Lebaran atau momen sebelum masuk sekolah.
“Kalau kita jualan sepatu disini kan event sekolah kan satu tahun satu kali, terus biasanya tuh sebelum puasa. Itu biasanya satu dua bulan sebelum sudah ramai, tapi sekarang sepi, berasa kaya nggak ada event,” ucapnya.
“Kalau zaman-zaman dulu kalau ibaratnya bulan puasa di sini orang masuk ke pasar saja macet. Orang masuk atau ini deh, jalan di pasar saja bisa macet. Kalau sekarang bisa pilih tempat pakir. Liat aja ini dari tadi berapa sih yang lewat, jangankan beli, nanya harga atau barang aja belum ada kan,” terang Tono lagi.
Menurutnya, kondisi ini terjadi lantaran banyak pembeli yang merupakan pedagang eceran menahan pembelian barang. Karena dagangan mereka sendiri tidak laku.
“Dulu mereka sebelum puasa banyak yang berani ‘sekolahin’ dulu surat-suratnya, gadein BPKB, buat tambahan modal, tapi habis itu balik lagi karena laku. Sekarang nggak berani mereka. Paling pesan kalau barang memang sudah mau habis,” papar Tono.
Akibatnya secara keseluruhan omzet penjualan toko sepatu milik Tono turun hingga 70% lebih jika dibandingkan dengan sebelum pandemi. Sebab banyak langganan dari Jakarta hingga luar Jakarta yang turut menahan pembelian.
“Kalau sekarang sih penurunannya hampir 70%. Itu kalau dibandingkan dengan sebelum pandemi,” ucapnya.
Senada dengan Tono, seorang pedagang pakaian di Pasar Jatinegara bernama Andi mengatakan penurunan jumlah pembeli sudah terjadi sejak 2017 lalu. Walaupun saat ini kondisi pasar masih ramai pengunjung.
“2017 mulai turun. Pasar sih masih ramai, tapi kita jualan sudah berasa turun. Soalnya kan kita jualan nggak lihat dari ramai nggak pasar, tapi dari yang beli kan,” terangnya.
“Misal dulu langganan yang beli seminggu dua kali. Habis itu turun jadi seminggu sekali. Kan berasa itu omzetnya,” sambung Andi.
Namun kondisi ini semakin parah saat pandemi, dan menurut Andi penjualan di toko miliknya belum ada peningkatan meski pandemi sudah berakhir. Alhasil omzet penjualannya turun sekitar 70-80%.
“(Omzet 50% lebih ada?) lebih kalau itu. (70-80%?) ya kurang lebih. (Omzet turun lebih dari 80%?) nggak sih kalo itu, paling sekitar 70-80% lah. Cuma kalau hitung-hitungan pastinya kaya pembukuan gitu-gitu saya nggak ada. Tapi sekitar segitu lah,” jelas Andi.