Belum lama ini, putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Nayef, siap untuk mengambil alih kekuasaan. Tapi sepupu mudanya Muhammed bin Salman atau MBS juga memiliki ambisi dan rencana yang kejam untuk merebut kendali kekuasaan untuk dirinya sendiri. Dibawah ini adalah kisah dari kudeta terselubung didalam Kerajaan Arab Saudi
Pangeran Saudi ditahan sepanjang malam. Saat fajar menyingsing, dia terhuyung-huyung keluar dari istana raja di Mekkah. Pengawal pribadinya yang setia membuntutinya kemana-mana mendadak hilang. Pangeran dibawa ke mobil yang menunggu. Dia bebas untuk pergi – tetapi dia akan segera menemukan kenyataan yang terpahit dalam hidupnya sebagai pewaris tahta kerajaan bahwa kebebasan tidak jauh berbeda dengan penahanan.
Saat mobilnya keluar dari gerbang istana, Pangeran Mohammed bin Nayef mengirim serangkaian pesan teks panik. “Berhati-hatilah! Jangan kembali!” dia menulis kepada penasihatnya yang paling tepercaya yang telah diam-diam menyelinap keluar dari kerajaan beberapa minggu sebelumnya.
Ketika Nayef sampai di istananya sendiri di kota pesisir Jeddah beberapa jam kemudian, dia menemukan pengawal baru yang menjaga kediamannya itu. Jelas bahwa dia telah ditempatkan di bawah tahanan rumah. “Semoga Allah membantu kita, dokter. Yang penting adalah Anda harus berhati-hati, dan dalam keadaan apa pun Anda tidak boleh kembali”tulisnya kepada penasihat.
Malam sebelumnya yaitu pada tanggal 20 Juni 2017, Nayef yang adalah keponakan Raja Arab Saudi telah dipaksa mundur sebagai pewaris tahta Arab Saudi dalam sebuah episode yang digambarkan oleh salah satu orang dalam kerajaan sebagai “Godfather gaya Saudi”. Nayef yang mengawasi keamanan dalam negeri adalah sekutu terdekat dan tersetia CIA di Arab Saudi. Awal tahun itu, direktur CIA saat itu Mike Pompeo telah memberi Pangeran Nayef medali sebagai penghargaan atas upaya kontra-terorisme yang menyelamatkan banyak nyawa orang Amerika. Dua tahun sebelumnya setelah Raja Salman memulai pemerintahannya, Pangeran Nayef diangkat menjadi putra mahkota pada usia 55 tahun serta menempatkannya di urutan pertama di atas takhta kerajaan. Namun di balik layar muncul persaingan sengit antara Nayef dan sepupunya sendiri yaitu putra raja bernama Mohammed bin Salman atau MBS. Demikian ia menjadi terkenal karena berhasil bangkit dari ketiadaan menjadi wakil putra mahkota sebuah kerajaan yang paling berpengaruh didunia.
Menyingkirkan Pangeran Nayef Sebagai Putera Mahkota
Sesaat sebelum kudeta istana yaitu pada tanggal 5 Juni 2017 terjadi ketegangan antara para pangeran mencapai titik didih setelah MBS dan penguasa regional lainnya memberlakukan blokade hukuman kepada negara tetangga mereka yaitu Qatar. Emirat kecil yang kaya gas itu telah lama membuat marah negara=negara Arabnya yang lebih besar dengan langkah-langkah provokatifnya seperti menyiarkan para Islamis regional dan para pembangkang kerajaan disaluran berita Qatar yang paling berpengaruh di Arab Al Jazeera. Pangeran Nayef juga memiliki masalah dengan Qatar akan tetapi dia lebih memilih diplomasi diam-diam daripada pendekatan agresif gaya Mafia yang dilakukan MBS. Di belakang punggung sepupunya, Pangeran Nayef membuka saluran rahasia dengan penguasa Qatar Tamim bin Hamad al-Thani. “Tamim menelepon saya hari ini, tetapi saya tidak menjawab” Nayef mengirim SMS kepada penasihatnya di puncak krisis. “Saya ingin mengiriminya telepon terenkripsi untuk komunikasi.”
Pada 20 Juni 2017, di tengah krisis itu, Pangeran Nayef dipanggil untuk pertemuan di istana Raja Salman di Mekkah – sebuah bangunan raksasa berdinding marmer yang menghadap ke Kaabah yang merupakan tempat suci paling suci dalam Islam. Menurut sumber yang dekat dengan Pangeran Nayef sesaat setelah tiba, pengawal pribadinya diperintahkan untuk menunggu di luar. Untuk mencegah kebocoran maka semua telepon seluler termasuk milik pegawai istana disita oleh pengawal setia MBS. Salah satu anggota senior keluarga kerajaan yang mencoba memasuki istana setelah Pangeran Nayef ditolak mentah mentah digerbang Istana. Sang pangeran diduga diantar ke sebuah ruangan oleh Turki al-Sheikh yaitu orang kepercayaan MBS dengan sikap kasar dan mengintimidasi
Sheikh diduga mengurung Pangeran Nayef di kamar selama berjam-jam serta mengintimidasi habis habisan agar menandatangani surat pengunduran diri sebagai Putra Mahkota dan berjanji setia kepada MBS. Awalnya tentu saja Pangeran Nayef menolak. Menurut salah satu sumber yang dekat dengan sang pangeran, dia diberitahu bahwa jika dia tidak menyerahkan klaimnya atas takhta, anggota keluarga perempuannya akan diperkosa oleh pengawal MBS. Pengobatan Pangeran Nayef untuk hipertensi dan diabetes ditahan dan dia diberi tahu bahwa jika dia tidak mundur dengan sukarela maka tujuan selanjutnya adalah rumah sakit. Dia sangat takut diracun malam itu sehingga dia bahkan menolak untuk minum air.
Pangeran Nayef diizinkan untuk berbicara dengan dua pangeran di Dewan Kesetiaan yaitu badan kerajaan yang meratifikasi garis suksesi. Dia kaget mendengar bahwa mereka sudah mengusulkan MBS. Menjelang fajar semuanya berakhir. Pangeran Nayef akhirnya menyerah. Dia disuruh masuk ke kamar sebelah tempat MBS bersantai sambil menunggu dengan kamera televisi dan seorang pengawal pribadi membawa senjata. Rekaman yang dirilis oleh penyiar Saudi menunjukkan sekilas Syekh dengan tergesa-gesa menyelipkan jubah berpotongan emas di punggung Pangeran Nayef yang ditahan. Saat kamera berputar terlihat MBS mendekati sepupunya dan secara dramatis membungkukkan badan untuk mencium tangan dan lututnya.
“Ketika saya berjanji setia ada senjata di punggung saya” tulis Pangeran Nayef kemudian dalam sebuah teks kepada penasihatnya.
Membangun Propaganda Untuk Mengkukuhkan Kekuasaan
Pada hari-hari berikutnya, poster Nayef mulai disingkirkan dari gedung-gedung milik pemerintah dan publik. MBS sekarang berada di urutan pertama pewaris tahta dan secara efektif menjadi orang paling berkuasa di Arab Saudi pada usia masih sangat muda yaitu 31 tahun. Raja Salman yang telah berusia sekitar delapan puluh tahun tetap menjadi kepala negara tetapi MBS memegang kendali sehari-hari dalam urusan kerajaan dengan kendali mutlak atas semua hal seperti keamanan Arab Saudi, ekonomi dan minyak. Nayef yang telah kesayangan intelijen AS yang mengira dia akan menjadi penguasa Arab Saudi berikutnya kini menjadi tawanan. Tapi baginya yang lebih buruk masih akan terus datang.
Kudeta dalam istana kerajaan Arab Saudi dan permainan kekuasaan yang menyebabkannya naiknya MBS ketampuk kekuasaan sebagian besar dikaburkan dari pandangan publik dengan hanya potongan-potongan informasi – dan sedikit propaganda – yang bocor ke pers. Media internasional diberi informas apa yang oleh rekan Nayef disebut hoax bahwa dia telah dikesampingkan demi kepentingan nasional karena dia dilumpuhkan oleh kecanduan morfin dan kokain.
Mendapatkan kebenaran sangat sulit di negara di mana negara pengawasan sangat kuat sampai beberapa orang Saudi meletakkan ponsel mereka di lemari es saat mendiskusikan hal-hal sensitif karena sangat takut diciduk. Kedutaan Arab Saudi di London dan Washington tidak menanggapi permintaan komentar untuk artikel ini. Tetapi laporan terperinci tentang peristiwa tahun 2017 dan akibatnya yang mengejutkan sekarang dimungkinkan berkat bocoran rahasia istana oleh beberapa bangsawan senior dan sumber-sumber lain yang telah dilucuti dari kekuasaan dan kekayaan mereka oleh MBS dan bahkan dalam kasus terburuk, dipenjara dan disiksa.
Penasihat Pangeran Yang Lolos Dari Kudeta
Kunci dari sumber berita rahasia tersebut adalah seorang pria bernama Saad Aljabri yaitu penasihat terdekat dan kepala intelijen Pangeran Nayef. Aljabri adalah yang dikirim Nayef segera setelah dia dibebaskan dari istana raja saat kudeta telah selesai. Saad Aljabri yang berusia 63 telah lama beroperasi dalam bayang-bayang dan banyak orang yang bekerja dengannya menganggapnya sebagai orang non-kerajaan paling kuat dan berpengaruh di Arab Saudi. Seorang mantan pejabat Amerika yang bekerja dengan Saad Aljabri selama bertahun-tahun menggambarkannya sebagai penghubung orang dalam antara Arab Saudi dan negara negara barat. Pada setelah 9/11, Saad Aljabri dipromosikan melalui jajaran kementerian dalam negeri sehingga akhirnya menjadi kepala operasi kontra-terorisme. Bersama-sama Saad Aljabri dan pelindungnya Pangeran Nayef berhasil memodernisasi aparat keamanan dan pengawasan kerajaan.
Pesan SMS antara Nayef dan Saad Aljabri pertama kali terungkap melalui pengajuan keberatan hukum di pengadilan Amerika Serikat dan keputusan Interpol yang menolak permintaan Arab Saudi agar Saad Aljabri ditangkap di luar negeri. Pesan dalam iPhone tersebut diautentikasi oleh ahli forensik digital yang disewa oleh Norton Rose Fulbright yaitu firma hukum internasional yang mewakili Saad Aljabri demekian menurut pernyataan tertulis pengadilan. Tim Aljabri secara terpisah membagikan beberapa pesan yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya.
Selama beberapa dekade tahta kerajaan telah berpindah secara menyamping di antara putra-putra Abdulaziz Al Saud pendiri negara Arab Saudi modern untuk memastikan keseimbangan kekuatan yang halus antara berbagai cabang keluarga kerajaan yang sangat besar. Suksesi Pangeran Nayef memperlihatkan bahwa mahkota kerajaan telah diturunkan ke generasi di bawahnya untuk pertama kalinya tetapi masih ke cabang keluarga yang berbeda untuk menjaga keseimbangan yang rapuh itu. Namun kemudian terjadilah kudeta istana – yang tidak hanya menyingkirkan saingan utama MBS tetapi juga menghancurkan model suksesi damai lama yang menghargai senioritas dan konsensus dalam keluarga besar dengan mengatur peralihan kekuasaan langsung dari ayah ke anak laki-laki dalam satu cabang keluarga. Kudeta tersebut memungkinkan MBS untuk mengumpulkan lebih banyak kekuatan daripada para penguasa Arab Saudi sebelumnya bahkan sebelum dia secara resmi naik tahta.
Meminta Restu Presiden Trump Untuk Melakukan Kudeta
Kudeta tersebut merupakan puncak permusuhan selama berbulan-bulan antara MBS dan Nayef. Salah satu poin utama konflik adalah persaingan mereka untuk mendapatkan dukungan dari pemerintahan baru Amerika Serikat Presiden Donald Trump. Orang-orang yang dekat dengan Nayef mengatakan dia diam-diam menyadap telepon MBS dengan para pembantu dan sekutunya seperti Jared Kushner menantu Trump dan penasihat Gedung Putih lainnya. Penyadapan ini sangat membantu Nayef untuk melacak manuver MBS di Washington. Transkrip dari satu panggilan yang disadap pada musim semi 2017 yang ditunjukkan Nayef kepada Saad Aljabri telah menunjukkan bahwa MBS sudah mendiskusikan dan meminta restu untuk suksesi kerajaan dengan Kushner. Dalam telepon itu MBS memberi tahu Kushner bahwa dia telah menjalin hubungan dekat dengan semua agensi AS kecuali tiga badan intelegen. Saat Aljabri melihat transkrip tersebut dia mengartikan ketiga agensi tersebut adalah CIA, FBI, dan Badan Keamanan Nasional – institusi yang telah lama mendukung Nayef. Nayef menyadari bahwa MBS sedang meminta persetujuan dan restu dari Amerika Serikat untuk melancarkan kudeta.
Pada Mei 2017, Pangeran Nayef mencoba membuat terobosan sendiri ke Gedung Putih. Dia menyewa Sonoran Policy Group yaitu sebuah perusahaan lobi di Washington yang memiliki hubungan dekat dengan tim Presiden Donald Trump. Sonoran – yang sejak itu berganti nama menjadi Stryk Global Diplomacy setelah ketuanya pelobi Robert Stryk – disewa untuk menyediakan “layanan penasihat luas” kementerian dalam negeri Nayef di Washington. Nayef, kata orang-orang yang dekat dengannya, memahami bahwa rekor masa lalunya tidak berarti banyak dengan Donald Trump yang suka berterus terang dan tidak konvensional yang akan membuat ketegangan dalam hubungan dengan komunitas intelijen AS. Nayef ingin memberi kesan kepada presiden baru bahwa dia bukan hanya mitra lama akan tetapi juga mitra yang lebih berharga daripada sepupunya. Saad Aljabri terlibat langsung dalam negosiasi kontrak lobi senilai 5,4 juta dollar atas nama kementerian Arab Saudi. Saat berita kontrak lobi Arab ke Washington menyebar, Saad Aljabri takut terjebak di antara konflik para pangeran yang bertikai.
Pada Mei 2017 maka dia diam-diam menyelinap ke Turki hanya beberapa hari sebelum Donald Trump dijadwalkan mengunjungi Riyadh. Ketakutan Aljabri sangat beralasan karena segera setelah dia pergi, Aljabri mengatakan dia mendapat kabar bahwa penandatangan kontrak lobi tersebut – seorang agen dinas rahasia di bawah Nayef – langsung ditahan oleh loyalis MBS dan diinterogasi tentang upaya lobi.
Pada 4 Juni 2017, Aljabri mengirim SMS kepada Abdulaziz Howairini yaitu salah seorang pejabat keamanan veteran untuk menanyakan apakah dia harus melanjutkan puasa dalam cuaca dingin, referensi sebuah kode darurat untuk tetap tinggal di Turki. Howairini yang sekarang menjadi anak buah MBS menjawab bahwa dia harus melakukannya.
Pada 17 Juni 2017, Howairini mengirim SMS lain ke Aljabri dan memperingatkannya bahwa loyalis MBS sangat ingin menahannya juga. Sementara itu penolakan keras dari MBS memaksa Nayef untuk membatalkan kontrak Stryk. Menurut Aljabri, Nayef memperingatkannya bahwa MBS telah melihat kontrak tersebut sebagai plot untuk merusak hubungan MBS dengan keluarga Trump dan akan segera melakukan pembalasan pada Nayef.
Pada 18 Juni 2017, Aljabri tiba-tiba menerima SMS dari MBS yang memintanya kembali ke Arab Saudi untuk membantu menyelesaikan konflik MBS dengan Nayef. “Saya tidak berpikir ada orang yang memahami Nayef lebih baik dari Anda” tulis MBS dengan nada sangat damai dan meyakinkan. Namun demikian ada pertikaian antara MBS dan Saad Aljabri sejak 2015 yaitu ketika Raja Salman atas desakan MBS memecat Aljabri dari posisinya karena diam-diam bertemu dengan direktur CIA saat itu John Brennan dan Menteri Luar Negeri Inggris saat itu Philip Hammond tanpa melaporkan pertemuan tersebut kepada keluarga kerajaan.
Namun, Aljabri terus bekerja dengan Nayef secara informal dan menganggap pemecatannya sebagai salah satu upaya MBS untuk melemahkan posisi Pangeran Nayef. “Mari kita lupakan masa lalu,” tegas MBS. “Bukankan kita sudah seperti keluarga? Maafkan aku dan ampuni aku dihadapan Allah. Kapan kau kembali?” Aljabri menjawab bahwa dia harus pergi untuk perawatan medis.
Dua hari kemudian, MBS melancarkan kudeta.
Di bulan-bulan setelah kudeta Aljabri terus bersembunyi di Turki. Keluarga dekatnya ada bersamanya kecuali dua anaknya yang pada hari kudeta, dicegah naik pesawat di Riyadh. Dia diam-diam tetap berhubungan dengan Nayef yang gerak-geriknya dibatasi. Sementara itu, MBS bergerak cepat untuk memperketat cengkeramannya pada dinas keamanan termasuk kementerian dalam negeri yang dipenuhi oleh loyalis Pangeran Nayef dan fungsi-fungsi utamanya seperti kontra-terorisme. MBS bergerak dengan tangan besi bila ada sedikit tanda-tanda keitdak puasan publik terhadap dirinya. Dalam tindakan keras pertamanya setelah kudeta pada tanggal 17 Septeber 2017 adalah dengan menangkap sejumlah ulama dan intelektual berpengaruh yang memiliki pengikut media sosial yang besar.
Pada bulan yang sama, Aljabri memohon kepada MBS untuk mengizinkan anak-anaknya meninggalkan Arab Saudi. Namun MBS bersikeras agar Aljabri kembali terlebih dahulu untuk membahas berkas yang sangat sensitif terkait Nayef.
“Dokter, kemana kami harus mengirim pesawat untuk menjemputmu?” tanya MBS dalam pesan SMS tersebut. Aljabri tidak berniat untuk kembali tetapi juga berusaha meyakinkan MBS bahwa dia tidak menimbulkan ancaman. Dalam pesan-pesan yang dipenuhi kata-kata hampa Saad Aljabri berjanji setia kepada MBS sebagai putra mahkota.
“Saya memiliki banyak informasi negara yang sensitif tetapi meskipun demikian saya tidak pernah membocorkan apa pun kepada siapa pun” tulis Aljabri. Sambil menjabarkan tentang contoh kesetiaannya selama ini. Dia juga menulis bahwa dia telah secara terbuka membantah klaim Mujtahid – seorang pembocor rahasia kerajaan Arab Saudi anonim di Twitter yang telah lama menjadi duri di pihak keluarga kerajaan Saudi. “Takdir apa yang menanti saya jika saya kembali ke Arab Saudi? Bukankah lebih baik bagi saya untuk tetap berada di luar kerajaan, di mana saya tetap setia pada aturan Anda serta menolak untuk mengatakan apa pun yang berbahaya … dan bekerja sama dengan Yang Mulia dalam segala hal yang bermanfaat bagi kebaikan bersama? MBS tidak bergeming. Dia mengirim SMS kepada Aljabri bahwa dia akan mengejarnya serta menggunakan segala cara yang tersedia. Ancaman tersebut mendorong Aljabri untuk melarikan diri dari Turki ke Kanada akhir bulan itu.
Pada akhir 2017, Arab Saudi mencoba menangkap Aljabri melalui Interpol dengan memfitnah bahwa dia telah mencuri dana negara senilai miliaran dan menekan Kanada untuk menyerahkannya. Kedua usaha itu berakhir dengan kegagalan.
Upaya Pembunuhan Pengikut Setia Pangeran Nayef
Kemudian pada Oktober 2018, menurut Aljabri dia mendapat peringatan dari seorang mata-mata di negara Timur Tengah yang mengatakan kepadanya bahwa dia adalah target pembunuhan dan mendesaknya untuk menjauh dari kedutaan dan konsulat Arab Saudi. Aljabri meminta nama negara dirahasiakan karena takut pembalasan Saudi. Pada bulan yang sama polisi perbatasan Kanada diperkirakan telah mencegat dan mendeportasi anggota Pasukan Harimau yaitu tim pembunuh bayaran yang dibiayai oleh kerajaan Arab Saudi ketika mereka mencoba memasuki negara itu dengan visa turis. Riyadh membantah keterlibatan apapun akan tetapi dugaan plot yang secara implisit diakui oleh otoritas Kanada memiliki kemiripan dengan cara Pasukan Harimau Arab Saudi membunuh jurnalis pembangkang Jamal Khashoggi pada bulan yang sama didalam misi diplomatik Arab Saudi di Turki.
Bagi orang Amerika yang pernah bekerja dengan Aljabri sudah sangat jelas bahwa MBS melihatnya sebagai ancaman. Aljabri yang melarikan diri dari kerajaan itu sama seperti wakil J Edgar Hoover yang meninggalkan Washington DC dan kemudian muncul di Moskow kata mantan pejabat AS yang pernah bekerja dengannya. “Inilah pria yang disukai oleh semua organisasi diseluruh planet ini. Dia tahu setiap kelemahan, setiap kesalahan langkah yang dibuat oleh bangsawan keluarga kerajaan Arab Saudi.”
Pada pagi musim dingin yang sejuk tahun lalu saya diundang ke sebuah hotel bintang lima di Washington DC untuk bertemu Aljabri. Dia telah melakukan perjalanan dari Toronto untuk mengunjungi putranya Khalid seorang dokter spesialis jantung dan juru bicara tidak resmi untuk ayahnya yang tertutup. Ketika saya tiba di lobi hotel, ponsel saya berdering dengan pesan yang tidak terduga: “Ayo kita bertemu di luar hotel.” Beberapa menit kemudian, seorang pria muncul dan membawa saya ke gedung tinggi lain di daerah itu. Terparkir diluar sebuah gedung perumahan yang merupakan perumahan bagi beberapa elit politik Amerika Serikat adalah sebuah mobil SUV bertanda US Secret Service.
Di teras beratap tersebut adalah Aljabri mengenakan setelan gelap dan kacamata berbingkai kawat. Dia sedang duduk di sofa dan menatap pemandangan pusat kota Washington. Perapian yang dipasang di dinding memancarkan kehangatan dan di latar belakang serta suara samar piano terdengar. Saat saya tiba, Aljabri berdiri dengan kopi Starbucks di tangan, dan mulai dengan menunjukkan tempat-tempat penting: Memorial Jefferson, Monumen Washington serta tak lupa juga Gedung Putih.
Aljabri selalu menghindari Washington DC selama kepresidenan Donald Trump. Dia punya banyak teman berpengaruh di sini termasuk senator di kedua partai dan pejabat keamanan. Meski begitu dia mewaspadai jangkauan Arab Saudi dan hubungan yang hangat Trump antara MBS membuatnya semakin waspada.
Saat kami berbicara, Aljabri yang meraih gelar doktor dalam AI atau kecerdasan buatan dari University of Edinburgh merenungkan betapa berbedanya lintasan hidupnya seandainya dia tidak bertemu Nayef. Aljabri memulai karirnya di kementerian dalam negeri pada 1990-an. Dia pernah mencoba berhenti untuk bekerja di Aramco sebuah raksasa minyak negara yang merupakan sapi perah terbesar bagi kerajaan.
Sejak kudeta sekitar 40 anggota keluarga dan rekan dekat Aljabri telah ditahan di Arab Saudi dalam upaya untuk memaksanya kembali. Suaranya pecah ketika dia mengambil foto di ponselnya tentang anak-anaknya yang dipenjara yaitu Sarah dan Omar masing-masing sekarang berusia 22 dan 24 tahun. Mereka ditangkap pada Maret 2020 dan divonis dalam persidangan tertutup atas pencucian uang dan berusaha melarikan diri dari Arab Saudi secara tidak sah. Menantu Aljabri juga ditahan. Aljabri mengatakan bahwa jika ada kesempatan untuk bertukar di jembatan – MBS di satu sisi dengan keluarganya, Aljabri di sisi lain – dia akan melakukan pertukaran sandera secepat-cepatnya. “Ambil uang tebusanmu dan bebaskan para sandera” katanya sambil membayangkan pemandangan itu. Tapi dia tahu itu adalah angan-angan.
Pada Agustus 2020 setelah anak-anaknya dipenjara. Aljabri mengajukan gugatan eksplosif di Washington dengan mengumumkan klaim bahwa Pangeran MBS mengirim regu pembunuh bayaran untuk mengejarnya. Hakim kemudian akan berkomentar bahwa gugatan itu berbunyi seperti hal-hal dari novel Tom Clancy. Saad Aljabri tahu dia tidak bisa menang melawan seorang diktator yang kuat tetapi tindakan itu setidaknya bisa menjadi apa yang digambarkan oleh salah satu rekannya sebagai kerikil di sepatu Pangeran MBS.
Pada awal 2021 gugatan tersebut memicu apa yang dilihat Aljabri sebagai tuntutan hukum pembalasan di Boston dan Ontario yang diajukan oleh 10 perusahaan terkait Arab Saudi yang awalnya didirikan oleh Nayef untuk menyamarkan bagi operasi-operasi intelejen Amerika Serikat – Arab Saudi dan sekarang telah dikendalikan dibawah dana kekayaan kerajaan yang mana MBS adalah ketuanya. Perusahaan-perusahaan ini melayangkan gugatan bahwa Aljabri dan rekan-rekannya menggekapkan uang sebesar 3,5 miliar dollar. Aljabri membantah melakukan kesalahan dan mengatakan membela diri akan membutuhkan pengungkapan operasi dan keuangan perusahaan yang dirancang untuk mendukung kegiatan rahasia intelejen.
Dokumen pengadilan yang diajukan di Boston oleh Departemen Kehakiman AS menunjukkan pejabat AS tertarik untuk penyelesaian di luar pengadilan antara Aljabri dan MBS tampaknya untuk mencegah pengungkapan publik tentang operasi intelejen rahasia Amerika. Namun upaya itu tidak membuahkan hasil. Seorang pejabat AS yang sebelumnya ditempatkan di misi Amerika Serikat di Riyadh mengatakan kepada saya bahwa Saudi tidak tertarik untuk bernegosiasi karena mereka tidak yakin Aljabri akan tetap diam. Pada Februari tahun ini, Aljabri mengajukan penawaran baru ke MBS. Dalam sepucuk surat kepada penasihat senior istana kerajaan Aljabri menawarkan resolusi keuangan dan hukum. Tim Aljabri menolak untuk membahas secara spesifik tawaran tersebut dengan saya. Mereka mengirim memo ke Gedung Putih yang meminta pejabat AS untuk mendesak kepemimpinan Saudi untuk menerima tawaran restitusi. Hal tersebut disambut dengan keheningan dari MBS.
Pendukung MBS mengatakan keinginan Aljabri untuk penyelesaian keuangan adalah pengakuan diam-diam atas kesalahannya. Tim Aljabri menilai keengganan MBS untuk berdamai membuktikan bahwa korupsi hanyalah dalih untuk mengejar lawan politik. Sementara itu pertarungan hukum terus berlanjut. Pada bulan September pengadilan Washington menolak gugatan Aljabri terhadap MBS dengan alasan kurangnya yurisdiksi pribadi. Tim Aljabri mengajukan banding terhadap keputusan tersebut. Akhir tahun lalu pengadilan Boston membatalkan gugatan terhadap Aljabri setelah pemerintah Amerika Serikat meminta hak istimewa rahasia negara untuk menghentikan pengungkapan informasi rahasia demi keamanan nasional. Tapi rahasia itu masih berisiko terungkap di pengadilan Ontario. Pengajuan pengadilan dari awal tahun ini menunjukkan pengacara pemerintah Amerika Serikat bekerja dengan rekan Kanada mereka untuk mencegah hal itu.
Tetapi bahkan jika tuntutan hukum terhadap Aljabri berlanjut akan sulit untuk membuktikan tuduhan korupsi secara meyakinkan. Itu karena saksi kunci orang yang mengawasi pengeluaran kontra-terorisme telah menghilang yaitu Pengeran Nayef.
Pelucutan Kekayaan Mantan Putera Mahkota Oleh MBS
Di penghujung 2017 kondisi tahanan rumah Nayef dilonggarkan namun ia tetap dilarang bepergian ke luar kerajaan. Aljabri memberi tahu saya bahwa Nayef awalnya percaya bahwa hal terburuk yang akan terjadi padanya adalah kehilangan gelar resminya dan menerima kompensasi finansial yang besar sebagai gantinya. Dia berharap diperlakukan sama seperti pendahulunya Pangeran Muqrin bin Abdulaziz, mantan kepala intelijen yang diberhentikan sebagai putra mahkota pada tahun 2015. Setelah Raja Salman memecatnya menurut sumber yang terpercaya, Pangeran Muqrin diberikan hadiah perpisahan yang mewah termasuk pembayaran uang sekitar 800 juta dollar dan kapal pesiar mewah Solandge.
Sebaliknya sebagian besar kekayaan Nayef telah disita. Tepatnya pada tanggal 10 Desember 2017 Nayef mengirim surat ke HSBC di Jenewa meminta agar saldo EUR, GBP, dan USD miliknya ditransfer ke rekening bank Saudi. Sebuah sumber yang mengetahui aset Nayef mengatakan para bankir dan pengacaranya di Jenewa mengabaikan permintaan tersebut karena mencurigai bahwa sang pangeran bertindak di bawah tekanan. HSBC menolak berkomentar ketika ditanya bagaimana tanggapannya terhadap surat tersebut. Bank meminta agar nama pejabat yang disebutkan dalam surat tersebut disamarkan dengan alasan masalah keamanan.
Nilai total aset luar negeri Nayef tidak jelas. Rekan pangeran mengatakan dia memiliki banyak rumah bernilai miliaran di Eropa dan AS. Namun yang pasti Nayef harus menyerahkan sebagian besar aset domestiknya. Sumber yang mengetahui hal ini menyediakan tabel dengan perincian perusahaan dan rekening banknya yang disita dengan jumlah totalnya adalah 5,22 miliar dolar. Sumber terpisah yang dekat dengan sang pangeran membagikan apa yang tampaknya merupakan spreadsheet yang sedikit kurang mutakhir dengan perincian serupa. Nilai total yang disita,katanya, adalah 17,8 miliar riyal atau setara dengan 4,75 miliar dolar.
Pada 2018 dan 2019 Nayef menikmati kebebasan relatif meskipun dia tidak diizinkan meninggalkan kerajaan. Aktivitas favoritnya adalah berburu dengan elang di padang pasir Aljazair tidak diperbolehkan akan tetapi dia diizinkan berburu di dalam Arab Saudi. Dia muncul di pernikahan kerajaan dan pemakaman. Satu video yang muncul pada akhir 2019 menunjukkan sekelompok pendukung berfoto selfie dengan sang pangeran dan mencium tangannya.
Pada Maret 2020 tiba-tiba keadaan menjadi semakin buruk bagi Nayef. Pemerintah menggerebek tempat peristirahatannya digurun dipinggiran Riyadh, dan dia ditahan. Beberapa staf juga ditahan kata sumber yang berbasis di Eropa itu. Nayef ditahan di sel isolasi selama lebih dari enam bulan. Selama waktu itu dia dianiaya secara serius kata sumber itu. Dia menuduh bahwa Nayef diikat pergelangan kakinya dan disiksa. “Akibatnya, dia sekarang mengalami kerusakan jangka panjang pada kaki bagian bawah dan pergelangan kakinya membuat berjalan terasa menyakitkan. Dia kehilangan banyak berat badan.”
Menjelang akhir tahun 2020, menurut sumber yang berbasis di Eropa, Nayef dipindahkan ke sebuah tempat di dalam istana Yamamah di Riyadh kediaman resmi raja dan kursi utama pemerintah Saudi. Dia tidak diizinkan keluar dari unit kecilnya dan dia difilmkan dan direkam setiap saat kata sumber itu. Dia tidak diperbolehkan dikunjungi kecuali anggota keluarga tertentu pada kesempatan langka dan dia juga tidak boleh dikunjngi oleh dokter pribadinya atau perwakilan hukumnya. Dia disuruh menandatangani dokumen tanpa membacanya.
Pada musim semi 2021 para bankir dan pengacara Nayef di Eropa menerima permintaan transfer kekayaan baru. Mereka memperlihatkan panggilan telepon dari Nayef ke pengacaranya di Swiss menurut sumber yang mengetahui diskusi tersebut. Pengacara yang sebelumnya diberi kuasa oleh Nayef menolak karena dia yakin kliennya berada di bawah tekanan. Pangeran mengundang pengacara untuk mengunjungi Arab Saudi dan memverifikasi sendiri. Nayef terus berkata ‘Saya bebas dan kami akan pergi makan malam ketika Anda datang ke Riyadh’ kata sumber itu. Pengacara bersikeras bahwa Nayef perlu melakukan perjalanan ke Swiss bersama keluarganya untuk mengesahkan transfer secara langsung.
Ketika dihubungi melalui telepon pengacara tersebut mengatakan kepada saya bahwa dia tidak dapat menyangkal atau mengkonfirmasi percakapan tersebut serta mengungkapkan keprihatinan tentang potensi dampak dari keterlibatan media bagi kliennya. “Alasan utama Nayef ditahan adalah karena putra mahkota MBS telah salah percaya bahwa dia adalah ancaman bagi suksesi dalam kerajaan Arab Saudi” kata sumber yang berbasis di Eropa itu. “Dengan mengejar uangnya MBS berusaha mempermalukan Nayef sehingga sama sekali tidak ada ancaman siapa pun yang melihat mantan putra mahkota sebagai alternatif yang layak”
Di sebuah hotel mewah berhiaskan marmer di jantung kota Riyadh saya bertemu dengan salah satu juru bicara terkemuka MBS. Duduk disebelahnya disebuah kafe adalah seorang pejabat istana senior yang ikut mendengarkan sebagian dari pertemuan itu. Dari pertemuan kami sebelumnya jelas bahwa juru bicara tersebut adalah bagian dari kampanye yang disponsori oleh kerajaan Arab Saudi untuk memproyeksikan image MBS di negara negara barat sebagai seorang visioner yang dengan berani mendorong reformasi sosial. Dia ingin berbicara tentang bagaimana sang pangeran telah mencabut larangan selama beberapa dekade terhadap pengemudi wanita dan bioskop, mengizinkan konser musik yang pernah dilarang dan mengekang kekuatan polisi agama yang sangat gigih menentang pencampuran gender disegala tempat. “MBS punya nyali untuk merubahnya” dia pernah memberitahuku.
Kali ini disuatu malam di bulan Maret 2020, juru bicara tersebut menikmati secangkir kopi dan sepiring crepes yang diolesi Nutella sambil meluruskan berita tentang hilangnya Nayef baru-baru ini. Pemerintah Arab Saudi tidak bisa memberikan komentar tentang mengapa Nayef ditahan bersama dengan bangsawan senior lainnya yang dianggap sebagai saingan MBS yaitu Pangeran Ahmed bin Abdulaziz. Pertemuan ini adalah yang paling dekat dengan penjelasan resmi.
Juru bicara kerajaan tersebut juga berusaha untuk menepis narasi yang beredar di media asing bahwa para pangeran telah ditahan karena pihak berwenang yakin mereka berencana untuk menggulingkan MBS dan ayahnya. MBS, katanya tetap mengendalikan pemerintahan dan penahanan dilakukan setelah akumulasi perilaku negatif oleh kedua pangeran. Pembersihan mendadak dimaksudkan untuk menegakkan disiplin dalam kehidupan keluarga kerajaan. Dia tidak merinci sifat dari perilaku negatif tetapi mengatakan bahwa para pangeran dapat segera dibebaskan.
Hampir tiga tahun kemudian para pangeran masih dalam tahanan. “Pemerintahan Biden dan Trump menyerukan pembebasan Mohammed bin Nayef … poin penting dari pembicaraan mereka secara pribadi dengan kepemimpinan Arab Saudi” jelas Kirsten Fontenrose yang secara singkat menjadi pengawas kebijakan Timur Tengah untuk pemerintahan Trump “Mohammed bin Salman tidak tergerak.”
Sekarang tidak ada saingan yang tersisa untuk tahta kerajaan Arab Saudi. Kekuatan MBS tampak semakin mutlak. Dengan strateginya saat ini tidak ada yang dapat menghentikannya untuk menggantikan ayahnya sebagai raja. Kecaman global atas pembunuhan Khashoggi serta perang yang dipimpin Arab Saudi yang telah menghancurkan Yaman ditambah represi yang meningkat di dalam negeri – tampaknya tidak ada yang menggoyahkan cengkeramannya atas kekuasaan di Arab Saudi. Terlepas dari risiko berbisnis dengan seorang diktator, tampaknya para eksekutif Wall Street sangat ingin membuat kesepakatan bisnis dengan negara penghasil minyak yang kaya raya itu. Aktivis Hak Asasi Manusia khawatir keputusan Amerika Serikat baru-baru ini untuk memberi MBS kekebalan hukum yang mutlak dalam kasus pembunuhan Khashoggi dapat semakin membuatnya berani mengejar para pengeritik dan semakin menunjukan kelemahan pemerintah Amerika Serikat terhadap kaum pebisnis.
Sumber keluarga kerajaan yang secara pribadi menentang perlakuan buruk pada Pangeran Nayef tetapi memilih untuk tetap diam di depan umum demi menghindari pembalasan mengatakan kepada saya bahwa dia tidak akan terkejut jika Nayef tiba-tiba muncul di depan umum bersama MBS sambil memberikan restunya kepada pria yang menghancurkannya. Mirip dengan video yang dipublikasikan setelah kudeta 2017 dimana hal itu akan menjadi gambaran lain yang menentukan dimulainya era Muhammed bin Salman atau MBS – dan kebangkitannya yang penuh kekerasan untuk berkuasa.
Dikutip dari : ‘The Godfather, Saudi-style’: inside the palace coup that brought MBS to power oleh Anud Chopra