Skip to content

Awal Pemerintahan Jakarta sebelum Pengaruh India

Dari penelitian  diketahui bahwa terjadinya dataran rendah Jakarta dan sekitarnya baru 5.000 tahun yang lalu usia dataran tersebut lebih muda jika kita bandingkan dengan usia pembentukan pegunungan-pegunungan dan dataran-dataran tinggi di daerah pedalamannya, seperti Bogor dan sekitarnya yang diduga timbul sejak zaman-zaman tertier dan quartier.

Sistim perairan, kesuburan tanah serta iklim dan lainnya seringkali berhubungan dengan masyarakat menusia yang menempatinya. Meskłpun demikian sejak kapan daerah dataran Jakarta dan sekitarnya ditempati oleh masyarakat manusia, sukar dipastikan.

Tanda-tanda kebudayaan seperti alat-alat perkakas rumah tangga, alat-alat upacara dan Iain-łainnya yang pernah dibuat manusia dan yang dapat ditemukan kembali jelaslah dapat dipergunakan untuk menduga adanya manusia pembuatnya.

Apakah manusia-manusia itu pernah menduduki daerah tersebut, apakah mereka sudah merupakan penduduk tempat dimana alat-alatnya dapat kita temukan, tidaklah mudah ditentukan.

Alat-alat kebudayaan yang pernah diketemukan dari daerah Jakarta dan sekitarnya berasal dari zaman Batu-Baru atau Neoloticum. Alat-alat seperti kapak,
beliung, pahat, gurdi dibuat dari jenis batu-batuan: batu api chalcedoon, agaat, jaspis dan batu-batuan Iainnya.

Tempat-tempat dalam lingkungan D.K.I. Jakarta dan sekitarnya dimana diketemukan benda-benda kapak dan beliung, gurdi, pahat dari batu itu antara lain adalha:

  • Pasar Minggu
  • Pasar Rebo
  • Tanjung Timur
  • Salak dekat Pesing
  • Kampung Sukabumi
  • Cililitan, Sunter
  • Condet tepi jalan Jakarta – Bogor
  • Di dekat Setasiun Jatinegara,
  • Kampung Kranggan dekat Pasar ReboK
  • Kampung Karang Tengah
  • Pasar Jum’at
  • Pondok Gede
  • Karet
  • Kebayoran
  • Gedung Ijo Pasar Jum’at
  • Pondok Betung – Ciputat
  • Kebayoran Lama
  • Kebon Sirih
  • Cawang
  • Kampung Cipayung – Kebayoran
  • Pondok Pinang – Kebayoran Lama
  • Kampung Pulo – Jatinegara
  • Kebon Nanas
  • Kebon Pala – Jatinega•ra
  • Bancong dan Cibungan – Jatinegara
  • Kampung Cengare – Kebayoran
  • Rawa Belong – Kebayoran
  • Rawa Lele, Kampung Maninjo – Kebayoran
  • Kelapa Dua dekat Pondok Cina
  • Lenteng Agung
  • Beberapa tempat di tepi sungai Ciliwung dekat Pasar Minggu.

Meskipun berdasarkan tempat-tempat temuan alat-alat kebudayaan bukan hasil penggalian, nemun dapatleh diduga bahwa sekurang-kurangnya di tempat-tempat itu dahulu pernah didatangi manusie, Dalam hubungan itu sudah barang tentu tidak perlu mereka menetap menjadi penduduk daerah-daerah tersebut diatas, Karena tempat-tempat yang merupakan pemukiman atau perkampungan zaman Batu-Baru di daerah ini belum dapat ditemukan dengan pasti.

Diantara tempat-tempat temuan tersebut diatas yang pernah digali secara ilmu purbakala ialah disalah satu tempat belokan sungai Ciliwung di kampung Kelapa Dua dekat Pondok Cina, sebenarnya tempat ini sesudah tahun 1950 administrasi masuk kecamatan Cimanggií Kabupaten Bogor.

Penggalian prasejarah tersebut dilakukan oleh Lembaga Purbakala dengan Dinas Museum dan Sejarah D.K.I., diatas tempat yang tingginya dari permukaan laut 63,98 m atau kira-kira 29 m diatas permukaan air sungai Ciliwung.

Penggalian dilakukan pada 10 sektor sedalam 5-50 cm dimana antara lubang-lubang tersebut menghasilkan temuan:

  • kapak persegi
  • beliung
  • serpihan batu
  • mute dan gelang
  • batu-asahan
  • pecahan-pecahan kreweng

Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut untuk sementara diduga bahwa di Kelapa Dua ada tempat yang merupakan site neolitis dan mungkin pusat perbengkelan. Berdasarkan temuan-temuan sejumlah besar Kreweng dimungkinkan pula site tersebut pernah dipergunakan masyarakat manusia sebagai tempat pemukiman (settlement).

Sudah tentu untuk mendekatkan kepada kepastian bahwa tempat-tempat lain-lainnya pernah dijadikan tempat tinggal manusia, masih perlu terus-menerus diadakan penggalian secara  Archaelogis.

Namun demikian, berdasarkan hasil- hasil yang relatif itu kita mungkin dapat menduga bahwa dibeberapa tempat yang kini masuk wilayah Jakarta Raya mungkin sudah ditempati sebagai awal pendudukan oleh masyarakat manusia.

Jikalau kita ambil suatu dugaan dari Robert Von Heine Geldern bahwa benda-benda yang berupa kapak-persegi hasil kebudayaan Neolithicum itu di Asia Tenggara tersebar kepulauan Indonesia ialah antara 1000 S.M. sampai dengan 1.500 S.M., maka beberapa tempat di Jakarta pada masa – masa tersebut mungkin pula sudah ditempati nenek moyang bangsa Indonesia.

Dugaan ini mungkin akan lebih tua apabila didasarkan kepada pendapat Dr. Wilhem G. Solheim II. Sarjana ini berdasarkan hasil analisa laboratorium dengan Carbondating terhadap benda-benda hasil penggalian di beberapa tempat di Non Nak Tha pada tahun 1965 – 1966 dan penggalian hasil Tuan Gormon di Gua Hantu dan temuan-temuan ditempat lainnya yang telah dianalisa, antara lain berkesimpulan bahwa dalam tahun 3.000 SM,  rakyat-rakyat Asia Tenggara yang telah ahli mempergunakan perahu itu memasuki kepulauan Indonesia dan Philipina.

Dengan demikian berdasarkan persebaran kapak persegi dari kebudayaan Neoloitic, menurut  Solheim maupun R. von Heine Geldern, dapatlah diperkirakan bahwa tanda-tanda adanya awal pendudukan daerah-daerah di Indonesia termasuk daerah Jakarta diperkirakan 3000 – 1000 SM.

Usia ini tidak begitu bertentangan dengan dugaan usia terjadinya dataran menurut Dr, Verstappen yaitu 5000 tahun yang (alu. Hal itu dapat dihubungkan pula dengan bukti bahwa tempat-tempat penemuan sebagian besar alat-alat kapak persegi, beliung, batu-batuan itu kebanyakan berada di daerah Jakarta yang letaknya diatas tanah-tanah yang lebih tinggi dari pada dataran hasil pengendapan.

Sudah kita bicarakan bahwa hasil penggalian-penggalian benda-benda dan tempat yang diduga Sebagai suatu pemukiman penduduk yaitu Kelapa Dua, tingginya dari pormukaan laut 63,93 m.

Demikian Pula tempat-tempat Seperti Pasar Minggu, Kebayoran, Ciputat, Jatinegara dan tempat-tempat dimana kebanyakan kapak-kapak, boliung-beliung batu ditemukan di daerah Jakarta dan sekitarnya, relatif ada di daerah yang lobih tinggi dari pada datarannya.

Dugaan adanya awal penduduk di Jakarta itu mungkin pula dapat kita hubungkan dengan beberapa tempat penemuan alat-alat Neolitik di daerah sekitarnya, misalnya di daerah Bogor antaranya di Kracak, Leuwiliang dan dibeberapa tempat di daerah Bekasi terutama di Buni, kecamatan Babelan. Didaerah Tanggerangpun banyak tempat penemuan alat-alat dari zaman tersebut.

Di daerah Indonesia, belum ditemukan secara konkrit apa yang dinamakan Neolitic Settlement. Namun demikian secara perbandingan dengan di daerah-daerah di luar Indonesia; di dataran Asia Tenggera, di Asia Barat, di Eropa maka pada zaman tersebut dapat dipastikan sudah ada jenis perkampungan. Berapa jumlah penduduk perkampungan semacam itu sukar ditentukan.

Meskipun demikian kita mungkin hanya dapat mengirakan beberapa jumlah keluarga saja. Yang menarik perhatian bahwa berdasarkan data-data temuan alat-alat dari zaman tersebut ternyata beberapa tempat di daerah Jakarta, geografis termasuk daerah penyebaran masyarakat zaman tersebut.

Dengan demikian maka pada zaman tersebut di daerah Jakarta dan sekitarnya dapat diperkirakan Pula adanya jenis perkampungan. Jenis perkampungan ini selanjutnya akan berkembang sesuai dengan jalannya sejarah masyarakat manusia-manusia dari zaman ke zaman.

Teori-teori Von Heine Geldern, H. Kern, Brandes dan lain-lain menyatakan pula justru sejak zaman Batu Baru atau dalam pengertian lebih luas, sebelum pengaruh India itu nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal pengetahuan pertanian, pemerintahan teratur, gamelan, wayang dan sebagainya.

Yang menarik perhatian dalam hubungan pembicaraan kita ialah masalah pemerintahan. Pada zaman inilah dimungkinkan disalah satu tempat yang kita duga sebagai sites perkampungan di Kelapa Dua sudah ada corak pemerintahan masyarakat Neolithic.

Tetapi hal tersebut tidaklah mudah ditentukan, Karena jelas sumber-sumbernya tidak tertulis seperti benda-benda kapak, beliung, alat-alat tembikar tidak dapat dipergunakan untuk menganalisa bagaimana corak pemerintahan masyarakatnya.

Jika ditemukan tempat pemukiman sebenarnya, misalnya bekas-bekas perumahan, mungkin dapat untuk sekedar merekonstruksi tata kehidupan mereka itu. Misalnya dimana tempatnya pertemuan, dimana tempatnya pemimpin. Karena itu biasanya kita perkirakan dengan pendekatan secara anthropologis, perbandingan dengan kebiasaan suku-suku bangsa yang belum mengenal tulisan.

Pada masyarakat perkampungan semacam tribe, clan atau suku, pemerintahannya dipimpin oleh kepala atau pemimpin trib, clan atau suku yang dipilih oleh anggota masyarakatnya yang dianggap dapat memimpin baik karena cukup matang dalam usianya maupun karena kepandaian nya, pengalamannya dan pandai pula dalam soal-soal magis.

Karena masa itu kepercayaan dynamisme dan animisme sangat mempengaruhi kehidupan tnuyarakat Neolithic. Sebagaimana telah dikatakan bahwa pada zaman itu pertanian dan peternakan sudah diketahui. Dengan adanye perbengkelan tempat membuat alat-alat kapak, periuk dan sebagainya memerlukan pula suatu organisasi dalam menjalankan dan menghasilkan industriitu.

Berdasarkan beberapa gurdi-batu, pahat-batu dari tempat-tempat lainnya dimungkinkan ada hubungannya dengan pengetahuan pertukangan peembuatan rumah-rumah. Pendek kata pengetahuan tersebut serta pelaksanaan dalam kelompok masyarakat kecil sekalipun menghendaki pengaturan, pemerintahan kepemimpinan. Pembagian fungsi pekerjaan semacam itu baik diantara keum wanita dan laki-laki mungkin sudah ada.

Hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dalam masyarakat perkampungan itu dipertanggung jawabkan oleh kepala suku atau clan yang mungkin dibantu oleh pembantu-pembantunya.

Mungkin adapula dukunnya seperti halnya pada masyarakat Mentawai dan masyarakat lainnya. Demikian pula tukang-tukang membuat periuk belanga, tukang membuat alat-alat kapak beliung dan lain-Iainnya

Sifat pernerintahan dalam masyarakat semacam itu  demokratis, dimana terdapat musyawarah. Awai pendudukan dan pemerintahan sejak zaman Batu-Baru itu makin berkembang terutama setelah timbulnya pengetahuan metalurgi yaitu dimana orang mulai membuat alat-alatnya dari logam atau besi.

Di daerah Jakarta alat-alat dari logam perunggu, besi telah ditemukan pula antara lain dari Kelapa Dua, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jatinegara. Alat-alat yang dibuat masyarakat waktu itu ialah berupa kapak corong, tombak, bahkan bekas-bekas bengkelnya mungkin pula ada. Di Kelapa Dua terdapat banyak bekas-bekas atau sisa-sisa besi atau bekas coran yang disebut “tai besi”.

Akibat-akibat metalurgi biasanya berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sosial-ekonomi. Timbulnya tukang-tukang pandai besi/perunggu membentuk status sosial tersendiri. Mereka merupakan golongan yang dipandang lebih oleh anggota-anggota masyarakat lainnya. Perekonomian dan perdagangan mungkin sudah lebih luas, artinya tidak semata-mata dilakukan dalam lingkungannya sendiri. Pelayaran makin meningkat sebagai bukti bahwa benda-benda perunggu misalnya genderang atau moko di kepulauan Kai, Bima, Nusa Tenggara Timor Iainnya telah dibubuhi gambaran-gambaran perahu.

Beberapa benda genderang adalah impor dari dataran Asia Tenggara yang berarti makin jelasnya pengetahuan pelayaran dan lintas perdagangan, Dalam hal ini peraturan-peraturan sangat diperlukan yang berarti pula menghendaki adanya corak pernerintahan dalam kelompok masyarakat itu sendiri keluar masyaraxatnya menghendaki pengaturan yang dijadikan patokan-patokan tradisionil dari suatu bentuk Jaman kebudayaan Batu-Baru, Perunggu-Besi merupakan dasar bagi perkernbangan social-ekonomi dan kultural bangsa Indonesia selanjutnya.

Demikianlah maka awal pendudukan masyarakat di Kelapa Dua suatu tempat yang sebelum tahun 1950 administrasif masuk Jakarta dan dari tempat-tempat lain sekitarnya sejak zaman Batu Baru dan Logam Perunggu-Besi, menjadi dasar pula bagi pertumbuhan social ekonomi di dalam masvarakat zaman-zaman berikutnya di daerah ini.

Dalam hubungan itu dapat pula dimungkinkan bahwa corak awal pemerintahan zaman itu menjadi basis pula bagi perkembangan corak pemerintahan selanjutnya, misalnya zaman Tarumanegara.