Skip to content

Kisah Kota Joshimath Yang Tenggelam Dipegunungan Himalaya

Daerah yang terancam tenggelam tak cuma dekat laut. Nyatanya, daerah di pegunungan juga punya ancaman sama, seperti halnya di Joshimath.
Joshimath merupakah kota di Distrik Chamoli di negara bagian Uttarakhand, India. Berada di kawasan Himalaya, kota ini menjadi pintu gerbang pendakian ke gunung tersebut. Selain sering dikunjungi pendaki, wisatawan juga kerap datang ke sana untuk melakukan wisata religi ke kuil-kuil serta berendam di sumber air panas.

Sayangnya, Joshimath terancam tenggelam. Menurut Kepala Negara Bagian Uttarakhand Pushkar Singh, sekitar 25 persen wilayah Kota Joshimath telah terdampak penurunan muka tanah.  Joshimath dihuni 2.500 penduduk dan memiliki sekitar 4.500 bangunan yang tersebar di daerah seluas 2,5 kilometer persegi. Dari jumlah bangunan itu, sebanyak 800 bangunan telah retak dan ada juga yang sengaja dihancurkan karena dinilai tidak aman.

“Tampaknya daerah Joshimath yang tenggelam, yang terdiri dari permukima, rumah, dan konstruksi, tidak akan bertahan,” kata ahli geologi Dr SP Sati dikutip dari BBC. “Tidak ada halangan menuruni lereng untuk mencegah penurunan muka tanah, dan seharusnya ada beberapa halangan,” katanya merujuk pada kurangnya tutupan hijau di daerah tersebut.

Joshimath dibangun di atas puing-puing tanah longsor yang dipicu oleh gempa bumi, dan terletak di zona rawan gempa. Di sana juga kerap terjadi longsor yang makin melemahkan kekuatan tanah. Penurunan akan berlanjut sampai tingkat baru yang lebih rendah tercapai. Hal itu disampaikan CP Rajendran, seorang ahli geosains dan asisten profesor di National Institute of Advanced Studies.

“Akhirnya akan stabil, tapi saat itu banyak bangunan yang akan rusak,” katanya.

Warga juga khawatir hujan atau salju di hari-hari dan minggu-minggu mendatang bisa memperburuk keadaan. Para ahli mengatakan krisis saat ini disebabkan oleh beberapa faktor termasuk pembangunan yang tidak direncanakan selama bertahun-tahun, proyek pembangkit listrik tenaga air dan kurangnya sistem drainase yang tepat.

Sementara itu masyarakat lokal juga marah pada perusahaan listrik India terkemuka, NTPC Ltd milik pemerintah. Perusahaan ini membangun proyek pembangkit listrik tenaga air Tapovan Vishnugad dan menggali terowongan melalui ekosistem yang rapuh.

“Perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan kota Joshimath yang bersejarah dan berbudaya, dan harus memberi kompensasi kepada penduduk,” kata Atul Sati, ketua kelompok yang mengadakan protes untuk menyelamatkan kota. Di sisi lain, NTPC telah membantah tuduhan tersebut. Dalam sebuah pernyataan, dikatakan terowongannya tidak melewati bawah kota dan berada pada “jarak horizontal lebih dari satu kilometer dari batas luar Kota Joshimath”.

Menteri listrik federal RK Singh juga telah menolak hubungan antara pembangkit listrik dan kondisi kota. “Tidak ada yang terjadi pada desa terdekat dan desa-desa di atas proyek, dan tidak ada yang terjadi pada semua desa dalam jarak 15 km itu,” katanya dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Proyek jalan Char Dham yang terkenal dari pemerintah federal, yang bertujuan untuk melebarkan jalan yang ada yang menghubungkan empat situs ziarah Hindu, juga menuai kritik. Pekerjaan di jalan pintas yang akan melewati Joshimath telah dihentikan setelah protes.

“Anda tidak dapat memiliki jalan bebas hambatan seperti Autobahn (sistem jalan raya federal Jerman) di Eropa yang dibangun di Himalaya,” kata Rajendran. Administrator mengatakan tuduhan ini dapat berdampak pada arus masuk wisatawan ke daerah tersebut dan merusak ekonomi lokal. “Kita harus mendasarkan klaim kita pada sains,” kata Himanshu Khurana, hakim distrik Chamoli, tempat Joshimath berada.

“Pegunungan Himalaya ada di China, Nepal, di Pakistan, tersebar di begitu banyak negara bagian di India. Mengapa hanya menargetkan Uttarakhand?” tanya R Meenakshi Sundaram, sekretaris menteri utama Uttarakhand. “Jika Himalaya rapuh, tidak boleh ada kegiatan pembangunan yang dilakukan di salah satu negara ini dan di negara bagian lain,” tambahnya.

Beberapa juga menyarankan kehati-hatian saat memutuskan masa depan kota itu, yang dekat dengan perbatasan India dengan China. Dr Suvrokamal Dutta, seorang pakar ekonomi dan kebijakan luar negeri yang bersekutu dengan Partai Bharatiya Janata yang berkuasa, mengatakan bahwa menghentikan aktivitas pembangunan di daerah perbatasan “akan menjadi hal yang sangat sinis dan strategis untuk dilakukan, dengan mempertimbangkan keamanan India dan kekhawatiran strategis karena faktor Cina”.

Sementara itu, beberapa ahli masih percaya bahwa situasinya dapat diselamatkan. Dr Swapnamita Vaideswaran, seorang ahli geologi di Wadia Institute of Himalayan Geology, mengatakan bahwa kebutuhan mendesak adalah merehabilitasi orang-orang yang terkena dampak paling parah. Dalam jangka panjang, katanya, perlu ada kota terencana baru yang memiliki aturan bangunan yang lebih ketat.

Akan tetapi, yang lain tidak setuju.

“Lembah ini tampaknya lebih tidak stabil, lebih tidak dapat diandalkan untuk kehidupan manusia dan konstruksi daripada rata-rata lembah Himalaya,” kata Dr Jeffrey S. Kargel, ahli geologi senior di Planetary Science Institute di AS. “Itu harus menjadi taman nasional. Biarkan orang datang sebentar untuk menikmati alam dan keluar,” sarannya.

Dia merujuk pada retakan serupa yang terjadi di dekat Kota Aliabad di Pakistan pada tahun 2010. Tanah longsor menyebabkan puing-puing memblokir Sungai Hunza, yang pada gilirannya mencegah air mengalir ke hilir dan menciptakan apa yang sekarang disebut sebagai Danau Attabad.