Ahli mengungkap Gen Z atau generasi yang lahir mulai tahun 1997-2012, mulai meninggalkan Google dan kini memilih platform media sosial seperti TikTok untuk mencari informasi di internet. Apa alasan Gen Z mulai meninggalkan Google?
Mark Shmulik, analis internet di Bernstein Research, mengatakan para Gen Z dan generasi yang lebih muda beralih ke platform lain untuk mencari informasi. “Selamat tinggal Google. Audiens yang lebih muda melakukan ‘pencarian’, bukan ‘googling’,” kata Shmulik.
Sekitar 20 tahun yang lalu, Google mencapai tonggak sejarah penting. Kamus Merriam-Webster menambahkan “Google” sebagai kata kerja yang berarti mencari sesuatu di web. Sejak saat itu, istilah ‘googling’ juga menjadi seperti kata kunci untuk mencari informasi di internet.
Shmulik mengatakan Gen Z atau generasi yang lebih muda semakin sering membuka media sosial seperti TikTok untuk mencari rekomendasi restoran, langsung ke agregator berskala besar seperti Amazon untuk ritel, dan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif seperti ChatGPT untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.
Survei yang dilakukan oleh Forbes Advisor dan Talker Research terhadap 2.000 orang Amerika menemukan bahwa
- 45 persen Gen Z cenderung menggunakan pencarian sosial di platform seperti TikTok maupun Instagram daripada menggunakan Google.
- 35 persen generasi millennial yang melakukan pencarian di TikTok maupun Instagram
- 20 persen Gen X menggunakan Tiktok, Instagram dan Facebook untuk melakukan pencarian
- Generasi Boomers 10 persen.
Bahkan ketika Gen Z semakin dewasa, mereka semakin mengandalkan media sosial sebagai mesin pencarian utama mereka.
Bagi generasi muda, platform media sosial menjadi cara mereka untuk mencari tahu apa yang harus dibeli, tempat makan, dan bagaimana cara mereka menghabiskan waktu.
Menurut data GWI Core, pada tahun 2023, sekitar 52 persen Gen Z mengatakan mereka menggunakan media sosial sebagai mesin pencari utama untuk merek, produk, dan layanan.
Situs media sosial seperti Instagram dan TikTok juga dapat menjawab kebiasaan Gen Z yang gemar mencari barang untuk dibeli secara online dengan platform e-commerce mereka sendiri dan penyesuaian iklan.
Mengapa Gen Z meninggalkan Google?
Melansir Lonelybrand, Gen Z adalah generasi perintis yang tumbuh dengan ponsel pintar. Ini membuat mereka terbiasa memanfaatkan beragam platform untuk mengumpulkan informasi.
Gen Z juga tumbuh di era internet yang relatif matang karena mereka adalah digital native yang sebenarnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi para pengguna ini untuk langsung menuju ke sumbernya. Dunia internet tidak besar dan menakutkan, ini hanya rumah bagi Gen Z.
Selain itu, ada beberapa alasan utama mengapa Google menjadi kurang relevan bagi audiens yang lebih muda ini.
Platform Khusus Untuk Kebutuhan Informasi Tertentu
Gen Z menggunakan platform khusus yang memenuhi kebutuhan secara spesifik. Gen Z tidak hanya mencari informasi semata namun sekaligus mencari hiburan, mereka membutuhkan sesuatu yang menarik, relevan, dan secara khusus dibuat untuk satu hal.
Contohnya, jika mereka ingin mengetahui review produk maka mereka akan membuka TikTok. Platform video singkat ini memiliki banyak kreator konten yang dapat mengulas suatu produk dengan jujur.
Perubahan Sosial Media Menjadi Search Engine
Pengaruh media sosial pada semua segi kehidupan Gen Z. Media sosial seperti TikTok lama-kelamaan berubah menjadi platform peramban.
Gen Z sering menggunakan TikTok untuk mencari produk baru, melihat-lihat tentang hobi, bahkan materi edukasi. Lalu TikTok juga memiliki algoritma untuk menyesuaikan konten dengan kegemaran penggunanya.
Terlalu Banyak Iklan Di Google
Antarmuka Google yang semakin berantakan. Akhir-akhir ini, Google makin banyak mengadaptasi iklan dan konten bersponsor.
Google yang dulunya memiliki antarmuka bersih dan user-friendly kini berubah menjadi membingungkan. Pengguna sering mendapati banyak iklan dan konten yang non-relevan saat mencari informasi.
Sementara, kebutuhan Gen Z adalah informasi cepat dan tepat, menyediakan informasi tanpa distraksi. Gen Z mengutamakan pengalaman yang lancar dan minim iklan saat mencari informasi.
Kemunculan AI genertif
Tren AI tumbuh pesat usai generative AI ChatGPT, yang dibuat oleh OpenAI, menarik perhatian publik di akhir 2022. AI generatif berbasis teks tersebut kemudian memicu gelombang adopsi GenAI besar-besaran dari berbagai perusahaan.
Beberapa orang sudah tak begitu asing dengan istilah-istilah yang menempel pada teknologi AI, seperti prompt dan machine learning. Namun, masih banyak juga istilah yang lebih teknis sehingga tak banyak yang familiar.
Inovasi ini memungkinkan pengguna untuk mengajukan pertanyaan yang lebih kompleks dan bersifat percakapan dan menerima jawaban yang terperinci secara instan-menghilangkan kebutuhan untuk menavigasi beberapa halaman web.
Chatbot semakin banyak digunakan dalam aplikasi dan situs web, memberikan jawaban yang dipersonalisasi yang disesuaikan dengan pertanyaan pengguna. Informasi yang disesuaikan dan langsung ini adalah area di mana Google telah berjuang, terutama dengan modelnya yang penuh iklan.
Seiring dengan perkembangan teknologi AI, hal ini dapat semakin melemahkan supremasi Google di pasar mesin pencarian.
Dominasi Pencarian Google Semakin Terpuruk
Masalah ini bukannya tak disadari internal Google. Prabhakar Raghavan, wakil presiden senior Google, dalam sebuah konferensi Fortune’s 2022 Brainstorm Tech mengakui bahwa saat ini Gen Z memang lebih senang mencari informasi di TikTok atau Instagram.
“Sekitar 50 persen anak muda yaitu Gen Z, ketika mereka mencari tempat untuk makan siang, mereka tidak membuka Google Maps atau Search. Mereka pergi ke TikTok atau Instagram,” kata Raghavan, mengutip Fortune.
Keterpurukan mesin pencari Google diperparah dengan kekalahan gugatan antimonopoli baru-baru ini.
Hakim federal sebelumnya memutuskan raksasa teknologi itu memonopoli pasar pencarian. Perusahaan induk Google, Alphabet, membayar US$26 miliar untuk menjadi mesin pencari default di ponsel pintar dan peramban web, yang secara efektif mencegah mesin pencari pesaing di pasaran.
Namun, bukan berarti Google hanya berdiam diri. Google juga telah melakukan sejumlah perubahan untuk menjaring pengguna dari generasi yang lebih muda.
Gen Z atau generasi yang lebih muda biasanya cenderung tertarik pada konten-konten berbentuk gambar dan video, sangat kontras dengan kebiasaan generasi milenial ke atas yang lebih memilih menggunakan frasa atau kata kunci untuk mencari informasi.
“Perjalanan dimulai dalam bentuk yang berbeda dari sebelumnya, yakni bentuk gambar dan visual,” kata Raghavan.
Google kemudian coba berinovasi dengan menciptakan kacamata augmented reality yang dilengkapi fitur “multi search”, yang memungkinkan pengguna menggunakan gambar dan teks untuk mencari secara online.
Perusahaan juga sedang menguji fitur Ask Photos yang menggunakan model AI Gemini untuk menjawab pertanyaan tentang informasi dalam foto pengguna, seperti restoran tempat mereka makan atau terakhir kali mereka mengunjungi lokasi tertentu.
“Kami harus menciptakan ekspektasi yang benar-benar baru dan hal ini membutuhkan dasar-dasar teknologi yang benar-benar baru,” ujar dia.