Perusahaan dalam beberapa tahun terakhir dicurigai menggunakan bahan baku atau dalam proses produksi yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia di China. Dalam tiga laporan yang dianalisis oleh Business Insider ada sebanyak 106 nama brand yang disebutkan dan banyak di antaranya adalah nama merek alat rumah tangga. Pada tahun 2021, pemerintah Amerika Serikat telah melarang impor produk yang dibuat seluruhnya atau sebagian di wilayah Xinjiang China.
Jika kita membeli mobil, barang elektronik, pakaian atau minuman dari salah satu dari lusinan merekd yang memiliki nama besar rumah tangga maka kita mungkin membeli produk yang sebagian dibuat dengan perbudakan modern atau tenaga kerja paksa di wilayah Xinjiang, China.
Sebelum melanjutkan membaca mari kita simak pernyataan ini bila kita telah memiliki pengetahuan tentang perusahaan mana yang melakukan perbudakan dan kezaliman maka sekarang adalah tindakan apa yang akan dilakukan secara pribadi? Bila tidak ingin bertindak sebagai orang munafik dengan tetap mengkonsumsi produk perusahaan tersebut maka sekaranglah saat untuk berhenti membaca artikel ini karena Ignorance is a Bless. Bila siap untuk tidak membeli produk tersebut … Mari lanjutkan membaca.
Hal itu terlepas dari upaya perusahaan selama setahun terakhir untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka dan mematuhi Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur. Presiden Joe Biden menandatangani RUU itu menjadi undang-undang setelah muncul bukti pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap Muslim Uyghur yang didalamnya termasuk kerja paksa, pengawasan pemerintah terhadap aktivitas masyarakat, sterilisasi paksa dan kamp pendidikan ulang agar patuh terhadap Undang Undang serta beberapa laporan menyebutkan juga terjadi genosida.
Namun sampai saat ini masih banyak perusahaan yang terkait dengan tenaga kerja paksa di China. Investigasi baru dari Universitas Sheffield Hallam Inggris menemukan hubungan besar yang kian berkembang antara perusahaan mobil besar dan wilayah Xinjiang China.
Laporan setebal 78 halaman itu mengatakan setiap merek mobil ternama termasuk Ford, GM, Tesla dan Toyota telah mendapatkan suku cadang dari perusahaan yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia ini. Volkswagen, BMW, Honda, Mercedes-Benz, Chrysler, Dodge, Jeep dan NIO adalah perusahaan mobil lain yang dirujuk dalam laporan tersebut.
“Tidak ada bagian dari suku cadang mobil yang kami teliti yang tidak ternoda oleh kerja paksa Uighur” kata peneliti utama tim, Laura Murphy kepada The New York Times. “Ini adalah masalah di seluruh industri didunia untuk mendapatkan harga produksi yang rendah”
Dan itu bukan hanya mobil. Lebih banyak lagi merek rumah tangga yang diduga terkait dengan kerja paksa di wilayah Xinjiang. Business Insider menyusun daftar 93 perusahaan lain yang disebutkan dalam salah satu atau kedua laporan berikut: Congressional-Executive Commission on China dan laporan tahun 2020 dari Australian Strategic Policy Institute. Bahkan lebih banyak perusahaan yang tidak terkenal di Amerika Serikat disebutkan dalam laporan tersebut.
Banyak perusahaan menentang nama mereka disebutkan dalam laporan ini sementara yang lain mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan rantai pasokan mereka. Business Insider telah menghubungi semua merek ternama yang tercantum di bawah ini untuk memberikan komentar. Slide terakhir berisi daftar lengkap perusahaan yang dapat dikaitkan dengan kerja paksa menurut laporan tersebut.
Nike
Baru-baru ini pada Januari 2020, sebuah pabrik Qingdao yang membuat sepatu Nike mempekerjakan sekitar 600 pekerja etnis minoritas dari Xinjiang disebut dalam laporan dari Australian Strategic Policy Institute. Menurut laporan tersebut para pekerja Xinjiang kebanyakan adalah wanita Uyghur. Laporan yang sama mengidentifikasi Nike di antara perusahaan yang berpotensi secara langsung atau tidak langsung mendapat manfaat dari penggunaan pekerja Uighur di luar Xinjiang melalui program transfer tenaga kerja kasar baru-baru ini pada tahun 2019.
Laporan tahun 2020 lainnya dari Congressional-Executive Commission on China, sebuah kelompok bipartisan anggota parlemen AS menyebutkan Nike sebagai salah satu perusahaan yang diduga mempekerjakan tenaga kerja paksa secara langsung atau mengambil dari pemasok yang dicurigai menggunakan tenaga kerja paksa. Tahun itu, Nike menjelaskan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak mengambil produk dari Xinjiang dan mengonfirmasi dengan pemasok kontrak kami bahwa mereka tidak menggunakan tekstil atau benang pintal dari wilayah tersebut. Nike tidak menanggapi permintaan komentar.
Apple
Pada tahun 2021, investigasi oleh Business Insider menemukan bahwa tujuh pemasok Apple terkait dengan dugaan kerja paksa Muslim Uyghur dan kelompok minoritas lainnya. Laporan tahun 2020 dari Australian Strategic Policy Institute mengatakan pemasok Apple di China telah mempekerjakan ribuan orang Uighur di empat pabrik untuk tenaga kerja sebagai bagian dari program relokasi paksa.
Apple sebelumnya telah menyangkal bahwa mereka menggunakan pemasok yang mengandalkan tenaga kerja paksa Uyghur. Apple tidak menanggapi permintaan komentar.
Amazon
Laporan bulan Maret dari organisasi nirlaba Tech Transparency Project menuduh Amazon bekerja dengan pemasok yang terkait dengan kerja paksa Uyghur. Laporan itu mengatakan lima perusahaan dalam daftar pemasok Amazon tahun 2021 memiliki hubungan yang diketahui publik dengan program kerja paksa yang disebut dengan nama transfer tenaga kerja yang secara paksa memindahkan warga Uyghur ke bagian lain China. Laporan tersebut menambahkan bahwa mereka menemukan bukti penjual pihak ketiga Amazon yang mencantumkan produk yang mengandung kapas Xinjiang dilarang impor AS sejak September 2020. Pada bulan Maret juru bicara Amazon memberitahukan kepada Business Insider bahawa Amazon mematuhi undang-undang dan peraturan di semua yurisdiksi tempatnya beroperasi dan mengharapkan pemasok untuk mematuhi Standar Rantai Pasokan kami.” Amazon tidak menanggapi permintaan komentar untuk cerita ini.
Costco
Congressional-Executive Commission on China melaporkan bawha perusahaan bernama Costco ada diantara perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan kerja paksa di Xinjiang. Sebuah laporan tahun 2019, Associated Press menghubungkan sebuah perusahaan China membuat piyama bayi dijual di Costco berasal dari tenaga kerja paksa etnis minoritas. Pada tahun 2019 pejabat Costco mengatakan kepada AP: “Kami yakin tempat tidur bayi dibuat di pabrik selain pabrik yang menjadi sasaran perintah penahanan CBP.
“Seiring berkembangnya fakta kami siap untuk mempertimbangkan tindakan yang harus kami ambil sehubungan dengan masalah pemasok yang memiliki pabrik atau pemasok kami yang mungkin memiliki masalah.”
Pada tahun 2021, CEO Craig Jelinek berkata sebagai berikut mengenai tuduhan: “Kami menjalankan kode etik kami dengan sangat serius dan kami melakukan banyak audit, tidak hanya pemasok kami, untuk memastikan bahwa mereka melakukan audit tetapi kami juga sebagai perusahaan melakukan audit. Kami juga memiliki kemampuan membuat program whistleblower bagi siapa pun untuk membawa ini ke perhatian kita.” Costco tidak menanggapi permintaan komentar.
Australian Strategic Policy Institute melaporkan mengidentifikasi Google di antara perusahaan yang dapat secara langsung atau tidak langsung mendapatkan keuntungan dari tenaga kerja paksa di China. Google menolak berkomentar untuk cerita ini.
Microsoft
Pada tahun 2021, Reuters melaporkan bahwa pemasok Microsoft mengatur pemindahan setidaknya 400 pekerja Uyghur ke pabriknya yang disebut oleh kelompok hak asasi manusia sebagai pengaturan kerja paksa. Australian Strategic Policy Institute juga mengidentifikasi Microsoft di antara perusahaan yang dapat secara langsung atau tidak langsung mendapat manfaat dari kerja paksa di China. Microsoft tidak menanggapi permintaan komentar.
Coca Cola
Kelompok hak asasi manusia telah berhasil mengidentifikasi hubungan Coca Cola dengan perusahaan gula bersumber dari Xinjiang dan Congressional-Executive Commission on China juga menyebutkan dalam laporan bahwa perusahaan yang bernama Coca-Cola berada di antara perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan tenaga kerja paksa di Xinjiang. Coca-Cola sebelumnya sudah menyatakan bahwa dengan tegas melarang segala jenis kerja paksa dalam rantai pasokan kami.
Ketika dihubungi untuk dimintai komentar perusahaan mengatakan: “The Coca-Cola Company dengan tegas melarang segala jenis kerja paksa dalam rantai pasokannya dan kebijakannya berlaku untuk pemasok langsung dan resmi. Audit pihak ketiga yang independen dilakukan secara teratur pada semua fasilitas sistem serta pemasok langsung dan resmi kami secara global. Kami yakin bahwa kami telah mematuhi kebijakan larangan kerja paksa kami.”
Patagonia
Congressional-Executive Commission on China menyebutkan dalam laporannya bahwa perusahaan bernama Patagonia berada diantara perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan kerja paksa di Xinjiang. Australian Strategic Policy Institute juga mengidentifikasi Patagonia di antara perusahaan-perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari kerja paksa di China. Saat dimintai komentar, Patagonia merujuk pada dua pernyataan publik yang pernah dibuat pada tahun 2020 terkait tuduhan dan rencananya untuk keluar dari wilayah Xinjiang. Patagonia juga menunjuk ke artikel pada bulan Mei di New York Times yang mencakup perincian lebih lanjut tentang langkah-langkah yang telah diambil perusahaan dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan rantai pasokannya dan keluar dari wilayah tersebut.
Adidas
Adidas adalah salah satu dari beberapa perusahaan yang telah berjanji untuk tidak menggunakan kapas yang diproduksi di wilayah Xinjiang setelah laporan Center for Global Policy menemukan beberapa di antara kapas yang dipakai ternyata diproduksi dengan kerja paksa. Awal tahun ini peneliti Jerman mengatakan mereka menemukan jejak kapas Xinjiang dalam kemeja Adidas. Pembuat sepatu itu juga termasuk di antara perusahaan yang diduga melakukan kerja paksa pada tahun 2020 berdasarkan laporan dari Congressional-Executive Commission on China. Awal tahun ini juru bicara Adidas mengatakan kepada The Guardian bahwa perusahaan mendapatkan kapas secara eksklusif dari negara lain dan mengambil berbagai langkah untuk memastikan kondisi kerja yang adil dan aman dalam rantai pasokannya. Adidas tidak menanggapi permintaan komentar.
Nintendo
Australian Strategic Policy Institute dalam laporannya mengidentifikasi Nintendo di antara perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat manfaat dari kerja paksa di China. Ketika ditanya tentang pencantuman perusahaan dalam laporan tersebut presiden Nintendo, Shuntaro Furukawa tahun lalu menjawab “Kami sebagai sebuah perusahaan mengetahui laporan berita bahwa warga Uighur mungkin telah dipaksa bekerja di pabrik-pabrik dalam rantai pasokan kami. Namun untuk pabrik yang disebutkan dalam laporan sejauh yang kami selidiki maka kami tidak dapat mengonfirmasi catatan bahwa pabrik itu adalah salah satu mitra bisnis kami.” Perusahaan tidak menanggapi permintaan komentar.
Calvin Klein
Laporan Congressional-Executive Commission on China menemukan Calvin Klein di antara perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan kerja paksa di Xinjiang. Australian Strategic Policy Institute juga mengidentifikasi Calvin Klein di antara perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari kerja paksa di China.
Calvin Klein pada tahun 2020 menyatakan bahwa Kami sangat terganggu dengan laporan penganiayaan dan praktik kerja paksa yang melibatkan Uighur dan minoritas lainnya didalam dan diluar Provinsi Xinjiang. Berdasarkan kebijakan kami maka kerja paksa dianggap sebagai masalah tanpa toleransi. Tahun itu, Calvin Klein mengatakan akan melakukan pemutusan hubungan dengan pabrik mana pun yang terhubung dengan produksi kapas di Xinjiang selama 12 bulan ke depan.
Kraft Heinz
Congressional-Executive Commission on China melaporkan bahwa perusahaan bernama Kraft Heinz di antara perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan kerja paksa di Xinjiang. Perusahaan tidak menanggapi permintaan komentar.
Gap
Dalam laporannya Australian Strategic Policy Institute mengidentifikasi Gap berada di antara perusahaan-perusahaan yang dapat secara langsung atau tidak langsung mendapat manfaat dari kerja paksa di China. Gap mengeluarkan pernyataan berikut pada tahun 2020 “Di Gap Inc kami memiliki kebijakan ketat yang melarang penggunaan tenaga kerja paksa dalam bentuk apa pun dalam rantai pasokan kami. Setiap kejadian penahanan paksa dan kerja paksa atau penindasan terhadap hak asasi seseorang tidak dapat kami terima.” Perusahaan tidak menanggapi permintaan komentar lebih lanjut.
Abercrombie & Fitch
Laporan Australian Strategic Policy Institute tersebut mengidentifikasi Abercrombie & Fitch di antara perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari kerja paksa di China. Perusahaan tidak menanggapi permintaan komentar.
Victoria’s Secret
Australian Strategic Policy Institute mengidentifikasi Victoria’s Secret di antara perusahaan-perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari kerja paksa di China. Saat dimintai komentar Victoria’s Secret merujuk pada pernyataan L Brands — mantan perusahaan induknya — dibuat pada tahun 2020 sebagai tanggapan atas pencantumannya dalam laporan tersebut. “L Brands memiliki kebijakan ketat terhadap penggunaan tenaga kerja paksa dalam bentuk apa pun dan hanya akan bekerja dengan pemasok yang memiliki komitmen yang sama dengan kami terhadap praktik bisnis yang etis dan bertanggung jawab” kata pernyataan itu. “Kami baru-baru ini mewajibkan semua pemasok kami untuk menyatakan ulang bahwa mereka telah menerima, membaca, dan memahami kebijakan tanpa kerja paksa kami termasuk larangan penggunaan kapas dari Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang (XUAR atau Xinjiang Uyghur Autonomous Region) dan segala bentuk pemaksaan lainnya. tenaga kerja.
“Pada tahun 2019, kami mengambil tindakan segera untuk mengevaluasi basis data pabrik kami dan memastikan bahwa tidak ada produksi barang jadi kami yang terjadi di XUAR. Melalui proses sertifikasi ini kami mengetahui bahwa kami memperoleh benang kapas dalam jumlah minimal dari satu pemasok yang memiliki ikatan dengan XUAR. “Karena sangat berhati-hati maka kami mengakhiri hubungan kami dengan pemasok itu awal tahun ini.”
H&M
Australian Strategic Policy Institute dan Congressional-Executive Commission on China sama- sama menemukan bahwa perusahaan bernama H&M ada diantara perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan kerja paksa di Xinjiang yang secara langsung atau tidak langsung mendapat manfaat dari kerja paksa di Tiongkok. H&M menolak berkomentar untuk cerita ini.
LLBean
Australian Strategic Policy Institute berhasil mengidentifikasi LLBean di antara perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat manfaat dari kerja paksa di China. Ketika dihubungi untuk dimintai komentar LLbean mengatakan sebagai berikut: “Supplier Code of Conduct dari LLBean dengan tegas melarang penggunaan tenaga kerja paksa dalam bentuk apa pun. Program dan auditor kepatuhan global kami mencakup setiap negara tempat pabrik membuat produk bermerek LLBean termasuk China, untuk memastikan bahwa kode tersebut ditegakkan. Oleh karena itu pada bulan Agustus pada tahun 2020, LLBean membuat keputusan untuk keluar dari Xinjiang dan menghapus semua kapas China dari koleksi kami. Kami memiliki keyakinan penuh dalam proses uji tuntas dan pemetaan rantai pasokan kami, yang memetakan hingga ke tingkat bal kapas untuk menyatakan bahwa tidak ada produk kami yang dibuat dengan kapas China atau menggunakan tenaga kerja paksa.”
Ralph Lauren
Australian Strategic Policy Institute mengidentifikasi Ralph Lauren di antara perusahaan-perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari kerja paksa di China. Pada tahun 2020, Ralph Lauren mengatakan bahwaRalph Lauren Corporation berkomitmen untuk melakukan operasi globalnya secara etis dan dengan menghormati martabat semua orang. Kami sangat terganggu dengan laporan kerja paksa di dan dari Xinjiang. Perusahaan kami tidak menoleransi kerja paksa dalam bentuk apa pun dan jika kami menemukan bahwa fasilitas apa pun, di mana pun di dunia tidak bertindak sesuai dengan Operating Standards kami maka kami mengambil tindakan perbaikan dan pendisiplinan yang tepat. Ralph Lauren tidak mengambil benang, tekstil, atau produk apa pun dari Xinjiang. Ralph Lauren tidak menanggapi permintaan komentar untuk cerita ini.
Tommy Hilfiger
Congressional-Executive Commission on China melaporkan bernama Tommy Hilfiger di antara perusahaan yang diduga memiliki hubungan kerja paksa di Xinjiang. Australian Strategic Policy Institute juga mengidentifikasi Tommy Hilfiger di antara perusahaan-perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari kerja paksa di China. Pada tahun 2020, Tommy Hilfiger menghentikan semua hubungan bisnis dengan pabrik dan pabrik mana pun yang memproduksi garmen atau kain atau menggunakan kapas yang ditanam,di Xinjiang dalam 12 bulan ke depan.” Tommy Hilfiger tidak menanggapi permintaan komentar untuk cerita ini.
Campbell Soup Co.
Congressional-Executive Commission on China melaporkan bahwa perusahaan Campbell Soup Co di antara perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan kerja paksa di Xinjiang. Campbell Soup Co mengatakan hal berikut saat dihubungi untuk dimintai komentar: “Kami tidak mengambil bahan apa pun dari wilayah Xinjiang. Bekas anak perusahaan Campbell di kawasan Asia-Pasifik sebelumnya mengambil sejumlah kecil bahan dari Xinjiang. Kami mendivestasikan operasi tersebut pada tahun 2019.”
Uniqlo
Dalam laporannya Australian Strategic Policy Institute mengidentifikasi Uniqlo di antara perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapat keuntungan dari kerja paksa di China. Pada tahun 2021, Uniqlo mengatakan tidak mengambil materi apa pun yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasokannya. Uniqlo tidak menanggapi permintaan komentar untuk cerita ini.
Zara
Australian Strategic Policy Institute juga mengidentifikasi Zara di antara perusahaan-perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung mendapatkan keuntungan dari kerja paksa di China. Zara tidak menanggapi permintaan komentar untuk cerita ini.
Dan masih banyak lagi. Berikut adalah daftar perusahaan dibawah ini juga diduga memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan kerja paksa China dalam laporan tersebut.
Acer, Alstom, Asus, BAIC Motor, Badger Sportswear, Bestway, Bombardier, Bosch, BYD, Candy Group, Carter’s, Cerruti 1881, Changan Automobile, Cisco, COFCO Tunhe, CRRC, Dell, Electrolux, Esprit, Esquel Group, Fila, Pendiri Grup, Grup GAC, Geely Auto, Goertek, Haier, Hart Schaffner Marx, Hetian Taida, Hisense, Hitachi, HP, HTC, Huafu Fashion Co, Huawei, iFlytek, Jack & Jones, Jaguar, Japan Display Inc, Lacoste, Land Rover, Lenovo, LG, Li-Ning, Litai Tekstil, Walikota, Meizu, MG, Mitsubishi, Mitsumi, Nokia, Oculus, Oppo, Panasonic, Puma, SAIC Motor, Samsung, SGMW, Sharp, Siemens, Skechers, Sony, TDK, Toshiba, Tsinghua Tongfang, Urumqi Shengshi Huaer Culture Technology Co, Vivo, Xiaomi, Yili Zhuo Wan Garment Manufacturing Co, Zegna, Zhihui Haipai Internet of Things Technology Co dan ZTE.
Business Insider tidak dapat menghubungi perusahaan berikut untuk memberikan komentar: Hetian Taida, Litai Textiles, Mayor, GAC Group, MG, Tsinghua Tongfang, Urumqi Shengshi Huaer Culture Technology Co, Yili Zhuo Wan Garment Manufacturing Co dan Zhihui Haipai Internet of Things Technology.
Di bawah ini dapati dilihat tanggapan perusahaan yang berkomentar tentang penggunaan tenaga kerja paksa
Bosch
“Bosch berkomitmen untuk memastikan bahwa produknya tidak diproduksi seluruhnya atau sebagian dengan kerja paksa. Mengenai XUAR, Bosch tidak menambang, memproduksi atau membuat produk di wilayah tersebut. Bahan dan komponen dari pemasok langsung kami juga tidak ditambang, diproduksi atau diproduksi di lokasi di XUAR. “Kami telah dengan hati-hati meneliti hubungan pemasok kami dan sampai pada kesimpulan bahwa bertentangan dengan apa yang telah dinyatakan di tempat lain – kami tidak memiliki kemitraan atau hubungan pemasok apa pun dengan perusahaan yang disebutkan dalam konteks ini.”
Puma
“Setelah kami mengetahui laporan Australian Strategic Policy Institute (ASPI) pada Maret 2020 maka kami memerintahkan penyelidikan segera terhadap rantai pasokan kami di China sehubungan dengan potensi masalah kerja paksa. “Analisis kami menunjukkan bahwa tuduhan yang dibuat terhadap PUMA seperti yang dibuat dalam laporan Uyghurs for Sale tidak benar. Kerja paksa tidak terjadi dalam rantai nilai PUMA. PUMA tidak memiliki hubungan bisnis langsung atau tidak langsung dengan produsen di Xinjiang provinsi di China Barat tempat orang Uyghur tinggal.
“Kepatuhan terhadap hak asasi manusia, hak tenaga kerja dan standar lingkungan merupakan prioritas utama di PUMA dan telah ditetapkan dalam Pedoman Perilaku kami selama lebih dari 20 tahun.”
Alstom/Bombardier
Alstom mengakuisisi Bombardier pada tahun 2021. Kedua perusahaan memberikan komentar dan dianggap sebagai perusahaan terpisah.
- Alstom: “Menyusul publikasi laporan Australian Strategic Policy Institute atau ASPI maka Alstom dan ex-Bombardier Transportation (BT) telah melakukan kajian atas potensi masalah kerja paksa di pabrik-pabrik Grup KTK yang memasok Alstom dan ex-BT. Berdasarkan ruang lingkup dan metodologi audit, dokumentasi dan informasi yang diterima dari pemasok dan audit eksternal yang dilakukan maka tidak ada insiden hak asasi manusia yang teridentifikasi di pabrik yang memasok Alstom.
- Bombardier: “Menjalankan bisnis dengan integritas dan standar etika tertinggi adalah prioritas utama bagi Bombardier. Perusahaan kami menjunjung tinggi komitmen ini dengan mengikuti kode etik Pemasok yang ketat, yang melarang keras penggunaan tenaga kerja paksa atau kerja wajib dalam operasi kami atau oleh mitra bisnis kami Bombardier mempertimbangkan rasa hormat dari hak asasi m anusia menjadi tanggung jawab perusahaan yang mendasar dan nilai penting yang kami emban dalam semua aktivitas kami.”
Dell
Ketika dihubungi untuk memberikan komentar Dell menunjuk ke Dell Technologies Supplier Principles yang katanya memberikan informasi tentang komitmennya terhadap praktik bisnis yang bertanggung jawab.
Badger Sportwear
“Badger Sportswear sangat berkomitmen untuk manufaktur dan sumber produk kami yang bertanggung jawab secara sosial. Empat tahun lalu pada Januari 2019 kami mengadopsi kebijakan yang melarang sumber dari XUAR yang mencakup semua produk dan tingkatan rantai pasokan kami.” Perusahaan juga merujuk ke pernyataan sebelumnya.
Grup Esquel
“Esquel tidak pernah dan tidak akan pernah menggunakan kerja paksa atau kerja paksa. Kami secara moral menentang penggunaan kerja paksa yang sepenuhnya bertentangan dengan prinsip kami dan praktik bisnis yang telah kami jalankan selama lebih dari 40 tahun. Kami tetap menjadi salah satu dari beberapa perusahaan di sektor tekstil dan pakaian jadi yang terintegrasi secara vertikal dan mampu memberikan pelanggan kami ketertelusuran ujung ke ujung dan dokumentasi ekstensif di mana mereka mendapatkan kapas mereka.”
Siemens
“Kami menyatakannya dengan sangat jelas menghormati hak asasi manusia sangat penting bagi perusahaan kami dan merupakan bagian integral dari tanggung jawab kami sebagai bisnis global. Seperti yang dinyatakan dalam Business Conduct Guidelines kami maka kami menolak segala bentuk penindasan, kerja paksa, dan partisipasi dalam pelanggaran hak. Siemens tidak memiliki fasilitas manufaktur di provinsi Xinjiang dan tidak memproduksi di sana.”
“Mengenai pemasok kami: Kami menghormati hak asasi manusia dengan sangat serius dan sebagai prinsip umum bahwa semua pemasok Siemens harus berkomitmen untuk mematuhi Code of Conduct kami untuk pemasok. Kode ini adalah dasar pemilihan dan kualifikasi pemasok. Siemens bekerja sama secara eksklusif dengan pemasok yang berkomitmen untuk memerangi kerja paksa dan ini berlaku secara global. Selain itu, audit terhadap pemasok kami mencakup topik menghormati hak asasi manusia dan secara eksplisit menyebutkan larangan pemakaian tenaga kerja paksa”
Japan Display Inc.
“Setelah menemukan laporan tersebut, kami langsung melakukan penyelidikan pencarian fakta tetapi tidak menemukan bukti bahwa pemasok tersebut terlibat dalam kerja paksa. Meskipun tidak ada bukti yang ditemukan dalam penyelidikan, kami kemudian menerima laporan dari pemasok utama bahwa mereka telah menghentikan bisnis dengan pemasok lapis kedua pada Agustus 2020 dan pemasok lapis ketiga pada Oktober 2020 dan mulai menggunakan pemasok lain. Kami telah mengonfirmasi peralihan pemasok ini dan akan terus memantau praktik ketenagakerjaan mereka secara berkelanjutan.”
“Kami mewajibkan kepatuhan dari semua pemasok kami terhadap JDI Supply Chain CSR Deployment Guidebook dan mewajibkan mereka untuk mengaudit dan melaporkan kepatuhan CSR mereka melalui JDI Suppliers CSR Self-Audit Checklist.
“Selain itu, dalam kontrak pengadaan standar JDI kami melarang semua pemasok menggunakan kerja paksa dan juga mewajibkan seluruh rantai pasokan termasuk pemasok lapis kedua dan ketiga serta kontraktor pemasok untuk mematuhi prinsip CSR JDI dan mengonfirmasi status kepatuhan ini. Kami akan terus menghormati hak asasi manusia dan mengambil sikap tegas terhadap kerja paksa”
Jaguar
“Sebagai perusahaan global dengan jejak global maka Jaguar Land Rover berkomitmen untuk memastikan seluruh rantai pasokan kami menjunjung tinggi keberlanjutan perusahaan dan standar tanggung jawab sosial kami. “Kami memiliki program perlindungan hak asasi manusia dan langkah-langkah anti-perbudakan yang aktif, baik untuk operasi kami sendiri maupun rantai pasokan kami. Ini dirinci di situs web perusahaan kami dan mencakup penilaian risiko dan tindak lanjut tahunan.
“Kami tidak mengetahui adanya laporan tentang kerja paksa dalam rantai pasokan kami dan kami mengambil langkah-langkah untuk mendorong transparansi dan keterlibatan lebih lanjut untuk memastikan rantai nilai kami memenuhi standar tertinggi Hak Asasi Manusia.”
Oculus
“Kami menentang semua bentuk perdagangan manusia, perbudakan, penghambaan, tenaga kerja paksa atau kerja wajib dan semua kegiatan terkait perdagangan manusia lainnya dan menjunjung tinggi komitmen ini dengan mengambil tindakan melalui Responsible Supply Chain program..
“Menyusul publikasi laporan ASPI pada Maret 2020 maka kami segera meluncurkan penyelidikan dengan mitra rantai pasokan manufaktur kami dan setelah peninjauan menyeluruh maka kami mengonfirmasi bahwa Manufaktur Presisi Hu Bei Yihong bukan bagian dari rantai pasokan manufaktur kami.”
Xiaomi
“Xiaomi mengutuk semua bentuk kerja paksa dan sebaliknya menolak gosip jahat. Semua pemasok kami diwajibkan untuk mematuhi Kode Etik kami yang mencakup berbagai standar terkemuka industri yang terkait dengan lingkungan, kesehatan dan keselamatan, hak tenaga kerja, etika bisnis dan sistem manajemen. “Kita juga memenuhi atau melampaui standar internasional seperti yang tercantum dalam Responsible Business Alliance Code of Conduct dengan melakukan audit independen rutin terhadap pemasok kita, memberikan perbaikan jika kita menemukan masalah dan melaporkan kinerja kita secara transparan.”
Sumber : 23 major brands suspected of illegally sourcing products made by forced labor in China