Asal usul nenek moyang orang Indonesia berasal dari leluhur yang beragam. Jadi secara genetik tidak ada orang Indonesia asli karena kita semua hanya mengaku asli dan berasal dari berbagai etnik dan ras yang bermigrasi ke wilayah Nusantara. Hal ini disampaikan Prof. Dr. Herawati Sudoyo, Ketua Komisi Ilmu Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dalam Seminar Nasional Warisan Peradaban Sundaland yang diadakan secara hybrid online dan offline oleh AIPI
“By evidence gak ada sebenarnya yang bisa bilang 100 persen bahwa dia orang Indonesia. Karena kita lihat sendiri ada berbagai latar belakang secara genetik karena asal perjalanan nenek moyang orang Indonesia itu memiliki gambaran yang berbeda,” ungkap Herawati.
Saat meneliti kembali asal usul orang Indonesia, kata Herawati, tidak lepas dari asal usul manusia modern secara global. Cerita tentang manusia Indonesia, tidak bisa melewatkan teori Out of Afrika sebagai tempat asal usul Homo sapiens.
“Genetika orang Indonesia adalah hasil pencampuran genetika nenek moyang keturunan manusia modern (Homo sapiens) yang berkelana dari Afrika dan datang secara bergelombang dalam kurun waktu puluhan ribu tahun dengan rute yang berbeda-beda sampai ke wilayah Nusantara,” jelasnya.
Migrasi Nenek Moyang Orang Indonesia Ke Sundaland
Herawati mempelajari keragaman genetika orang Indonesia, bekerja sama dengan ilmuwan dari ranah antropologi, arkeologi, budaya, bahasa, dan teknik informatika. Penelitiannya berupaya merekonstruksi sejarah migrasi nenek moyang penghuni kepulauan Sundaland di Nusantara zaman dahulu kala.
Migrasi manusia modern ke Sundaland terjadi dalam beberapa gelombang. Saat gelombang pertama sekitar 40 sampai 50 ribu tahun lalu, tinggi laut jauh di bawah kondisi sekarang. Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan beberapa pulau lain membentuk daratan yang merupakan kepanjangan dari daratan Asia yang disebut Sundaland.
Gelombang kedua, terjadi migrasi dari Asia daratan sekitar 30 ribu tahun lalu. Lalu migrasi ketiga datang dari China Selatan yang disebut ‘Out of Taiwan’.
Perubahan iklim pada akhir Zaman Es yakni 33 ribu – 16 ribu tahun lalu juga memberikan dampak sangat besar terhadap keanekaragaman orang di wilayah Sundaland.
“Migrasi yang keempat, jangan lupakan migrasi zaman sejarah, yakni zaman ketika sudah ada perdagangan dari India, Asia Tengah, China, dan jalur perdagangan rempah. Semuanya itu menyatu yang menjadikan kita orang Indonesia seperti saat ini” tuturnya.
Penelusuran DNA Haplogroup Nenek Moyang Orang Indonesia
Ada tiga penanda genetik yang dapat digunakan mempelajari migrasi manusia untuk menentukan asal nenek moyang berdasarkan penelusuran genetik atau DNA haplogroup:
- Kromosom Y
yaitu struktur protein dan asam nukleat dalam sel sperma. Kromosom Y menurunkan DNA dari ayah ke anak-anaknya - DNA mitrokondria
materi genetik dalam mitokondria yang diturunkan ibu ke seluruh anak-anaknya. Mitokondria adalah struktur di dalam sel yang mengubah asupan makanan menjadi energi yang dapat digunakan oleh tubuh - DNA Autosom
DNA autosom adalah kode genetik yang diturunkan secara parental dari kedua orang tua
Para peneliti genom manusia mengelompokkan DNA manusia yang memiliki kesamaan baik dalam kromosom Y atau DNA mitokondria ke dalam populasi-populasi genetik dan menyebutnya haplogroup yang merupakan motif spesifik di kedua DNA tersebut. Haplogroup inilah dipakai untuk menentukan nenek moyang seseorang.
Para peneliti mengumpulkan dan menganalisis kurang lebih 6.000 sampel DNA dari beberapa lokasi di Indonesia untuk melihat haplogroup orang Indonesia. Lebih dari 3700 individu dari 35 etnis diuji DNA mitokondria dan hampir 3000 juga diuji untuk kromosom Y.
“Menggunakan DNA mitokondria, kami menemukan di Indonesia bagian barat ada haplogroup M, F, Y2, dan B, sebagian besar penutur bahasa Austronesia, yang dituturkan di Asia Tenggara, Madagaskar, dan Kepulauan di Pasifik,” ujarnya.
“Sementara di Indonesia bagian timur kami temukan kelompok haplogroup Q dan P. Dua kelompok haplogrup terakhir unik dimiliki oleh orang-orang Papua dan Nusa Tenggara saja. Haplogroup Q dan P merupakan penutur bahasa non-Austronesia,” beber Herawati.
Yang menarik adalah Mentawai dan Nias, haplogrup mereka mengelompok sendiri dengan suku asli Formosa, penutur bahasa Austronesia yang nenek moyangnya mengembara ke arah selatan sekitar 5.000 tahun yang lalu.
Jika berbicara mengenai Homo sapiens dalam perjalanannya Homo sapiens bertemu juga dengan hominin atau manusia modern lainnya, antara lain Homo neandertals dan Homo denisovan di Eropa.
“Terjadi percampuran antara Homo sapiens dengan hominin lain. DNA nenek moyang orang indonesia itu berisi fragmen-fragmen yang datangnya dari neandertal maupun denisovan jangan dikira gak ada artinya. Ada studi, denisovan memiliki bagian-bagian yang berfungsi untuk imunitas bahkan publikasi pada waktu (pandemi) Covid-19 memperlihatkan peran dari DNA denisovan untuk manusianya,” ujarnya.
Herawati menyebut, penelusuran genetik haplogroup memperlihatkan di Indonesia bagian timur banyak jejak denisovan sedangkan di bagian barat ada neanderthal. “Jadi dari seluruhnya pulau Nusantara itu masing-masing punya. Hanya tergantung dari persentasenya berapa banyak,” jelasnya.
Menelusuri Migrasi Genetik Nenek Moyang Indonesia
Herawati menyebutkan, Indonesia sangat penting untuk studi global genomik untuk menelusuri migrasi nenek moyang kita. Kepulauan Indonesia sangat strategis karena merupakan tempat lintas migrasi dari Zaman Prasejarah sampai Zaman Sejarah.
“Jadi kalau bukan kita sendiri yang mempelajari, siapa lagi? Orang-orang Eropa bertanya, leluhur mereka itu setelah tinggal di situ, lalu pergi ke mana? Pergi ke mananya itu yang tidak mendapat jawaban, karena data genetik Indonesia missing, karena tidak ada yang melakukannya di Indonesia untuk genomik,” kata Herawati.
Rekonstruksi dari sejarah 13 pulau di Indonesia menggunakan pendekatan genetik, disebutkan Herawati bisa membuat kita mengetahui kapan nenek moyang orang Indonesia datang, bagaimana populasinya, fluktuasi sejarahnya, serta pola dan bagaimana mereka bermigrasi.
“Kita pun akan tahu hasil dari pembaurannya itu sendiri bagaimana. Bagi kita semua, kepulauan Nusantara ini sangat menarik karena ada Prehistoric dan Historic movement dan itu yang memengaruhi kita sampai sekarang. Tidak lupa bahwa bukti-bukti itu justru diperoleh juga dari non-genetic data, jadi kolaborasi penelitian berbagai bidang sangat penting,” tutupnya.